Ditolak Industri Periklanan, RPP Kesehatan Ancam Kontribusi Iklan Rokok pada Industri Kreatif Nasional

Industri Hasil Tembakau (IHT) di Indonesia telah memberikan kontribusi yang sangat signifikan terhadap sektor periklanan dan kreatif nasional, termasuk di dalamnya sektor televisi.

27 Nov 2023 - 13:57
Ditolak Industri Periklanan, RPP Kesehatan Ancam Kontribusi Iklan Rokok pada Industri Kreatif Nasional
Ilustrasi. Kontribusi Industri Hasil Tembakau (IHT) terhadap industri periklanan dan kreatif nasional, termasuk sektor televisi, dinilai sangat signifikan.

Jakarta, (afederasi.com) - Industri Hasil Tembakau (IHT) di Indonesia telah memberikan kontribusi yang sangat signifikan terhadap sektor periklanan dan kreatif nasional, termasuk di dalamnya sektor televisi. "Tentu ini pasti ada dampak karena iklan (produk tembakau) ini menyumbang sekitar 10-15% dari (total) pendapatan iklan," ujar Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Syafril Nasution seperti yang dilansir dari Suara.com media partner afederasi.com. Kontribusi yang besar ini menjadikan iklan rokok sebagai salah satu pilar pendapatan utama dalam industri periklanan.

Namun, keberlanjutan kontribusi tersebut menjadi terancam dengan adanya Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan yang diusulkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). RPP tersebut mengusulkan larangan iklan, promosi, dan sponsorship produk tembakau. Dalam menghadapi hal ini, asosiasi industri periklanan dan media kreatif dengan tegas menolak pasal-pasal tembakau dalam RPP Kesehatan. Mereka khawatir hal ini akan memberikan dampak negatif terhadap pendapatan industri periklanan secara keseluruhan.

Menurut Syafril Nasution, pelarangan iklan, promosi, dan sponsorship produk tembakau dapat memiliki dampak negatif terhadap keberlangsungan industri pertelevisian. Data TV Audience Measurement Nielsen mencatat bahwa iklan produk tembakau bernilai lebih dari Rp9 triliun, menjadi salah satu kontributor terbesar dalam belanja iklan media di Indonesia. Ketua ATVSI juga menyampaikan kekhawatiran terhadap potensi dampak pada tenaga kerja yang terlibat dalam industri kreatif, yang menyerap lebih dari 725 ribu tenaga kerja secara langsung.

Pihak industri periklanan, seperti Ketua Umum Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I), Janoe Arijanto, menyatakan keberatannya terhadap pengetatan jam tayang iklan rokok. Arijanto menyebut waktu yang diusulkan untuk tayang iklan, yaitu jam 'hantu' dari pukul 23.00 hingga 03.00, sebagai hal yang memberatkan perusahaan jasa periklanan. "Iklan hanya boleh di jam-jam yang kita sebut jam hantu, nggak ada lagi yang lihat. Ini yang berat," ujarnya.

Penolakan terhadap RPP Kesehatan tidak hanya datang dari ATVSI dan P3I, tetapi juga mendapatkan dukungan penuh dari seluruh pelaku industri kreatif yang tergabung dalam Sekretariat Bersama Asosiasi di Bidang Jasa Periklanan, Media Penerbitan, dan Penyiaran. Mereka, antara lain, terdiri dari Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I), Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Asosiasi Perusahaan Pengiklan Indonesia (APPINA), Indonesian Digital Association (IDA), Asosiasi Perusahaan Media Luar-griya Indonesia (AMLI), dan Ikatan Rumah Produksi Iklan Indonesia (IRPII). Surat penolakan telah dikirimkan kepada Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, dengan pernyataan bahwa rencana pelarangan total iklan produk tembakau akan secara langsung mengurangi pendapatan industri kreatif, hiburan, periklanan, serta media-media yang menggantungkan pemasukannya dari iklan dan promosi produk tembakau.(mg-3/jae)

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow