Kritisi Putusan MK Langgar Etika, Kiai Mataraman Gelar Diskusi di Tulungagung

23 Dec 2023 - 19:36
Kritisi Putusan MK Langgar Etika, Kiai Mataraman Gelar Diskusi di Tulungagung
Diskusi yang digelar di Ponpes Al Hidayah - Al Falah Trenceng dengan tema 'Santri Bicara Demokrasi', (rizki /afederasi.com)
Kritisi Putusan MK Langgar Etika, Kiai Mataraman Gelar Diskusi di Tulungagung

Tulungagung, (afederasi.com) - Kiai Mataraman menggelar diskusi umum dengan tema 'Santri Bicara Demokrasi' di Pondok Pesantren Hidayah Al -Falah Trenceng Kecamatan Sumbergempol Tulungagung pada Sabtu (23/12/2023). 

Pada diskusi tersebut, Kiai Mataraman mengkritisi dan menyoroti hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melanggar etika. 

Pengasuh Pondok Pesantren Hidayah Al Falah Trenceng, Agus M Alwi Hasan menjelaskan, diskusi kali ini selain dihadiri Kiai Mataraman, turut hadir beberapa santri dari beberapa kota/kabupaten di Jawa Timur.

"Tujuannya demi memberikan edukasi kepada para santri betapa pentingnya memilih seorang pemimpin,"jelas Agus M Alwi, Sabtu, (23/12/2023).

Memilih pemimpin negara yang tepat dan layak, nantinya bisa mewujudkan kedamaian dan kesejahteraaan dalam suatu negara itu sendiri, bagi para kiai untuk bisa memimpin negara republik Indonesia yang besar ini, dibutuhkan pemimpin yang memiliki kapasitas, hingga latar belakang yang baik dan bersih tentunya juga islami.

"Jadi kami ingin agar para santri ini tidak sekadar ikut-ikutan tetapi memang ada upaya pendekatan yang ilmiah. Tentunya harus tahu kriteria calon yang akan dipilih atau sejarah rekam jejak seseorang yang akan dipilih," jelasnya.

Selain menjabarkan tentang kepemimpinan, pihaknya juga menegaskan jika dalam lingkup pondok pesantren, santri juga diajarkan tentang demokrasi.

Hanya saja memang masih banyak orang awam yang beranggapan jika selama ini santri 'Nderek Kiai' yang berarti apapun perkataan sang guru, itulah yang dilakukan.

Padahal sebenarnya, para santri juga diajak untuk berfikir supaya demokrasi dan hati nurani ini mampu berjalan seiringan, terutama dalam hal memilih pemimpin yang tepat. Dengan begitu, kiai dan para santrinya bisa bersama-sama memikirkan kesejahteraan demi keselamatan bangsa.

"Satri ini merupakan perwujudan kebhinekaan, dimana para santri memiliki latar belakang yang beragam. Jadi kami harus mengajarkan demokrasi yang santun bukan yang arogan," jelasnya.

Alwi melanjutkan, pada diskusi tersebut pihaknya juga sedikit menyinggung soal hasil putusan MK yang melanggar etika terkait batasan umur capres dan cawapres. Dalam hal ini, pihaknya juga mengingatkan agar para santri maupun masyarakat awam untuk berhati-hati agar tidak terhasut dengan politik curang semacam itu. 

Bahkan, pihaknya sendiri juga mendapati adanya indikasi ketidak netralan yang diduga dilakukan oleh aparat penegak hukum (APH) dengan cara melakukan sabotase yang mana hal itu bisa menguntungkan salah satu pasangan calon (Paslon).

Hal ini tentunya bisa merusak demokrasi di negeri ini, sehingga dikhawatirkan bisa mempengaruhi masyarakat.

"Sebagai contoh pihaknya menemukan adanya alat peraga kampanye (APK) salah satu paslon yang dipasang belum genap satu hari kemudian hilang begitu saja, hal ini mengindikasikan adanya sabotase yang tentunya bisa menguntungkan salah satu paslon," pungkasnya.

Sementara itu, pada kesempatan yang sama Dosen Universitas Islam Kadiri (UNISKA), Moch Wakhid Hasyim mengatakan, pada diskusi ini, pihaknya memberikan pengertian terkait simpang siur pelanggaran etika yang dilakukan oleh petinggi MK. Namun secara hukum, hasil putusan MK itu tetap dianggap sah dan legal. 

Mengacu pada amanah konstitusi di UU pasal 24 saja ayat 1 menyatakan bahwa MK itu Pengadilan tingkat pertama dan terakhir, sehingga tidak ada upaya hukum yang lain. Dengan begitu, apapun produk hukum yang dihasilkan dari hasil putusan MK sudah dianggap final dan mengikat. 

"Karena hasil putusan MK sendiri memiliki asas Res Judicata Pro Veritate Habetur yang berarti putusan hakim harus dianggap benar, meskipun secara etika dianggap melanggar," jelasnya.

Problematika yang ada pihaknya mengajak para santri maupun masyarakat untuk tetap patuh dan taat terhadap hukum yang berlaku. Mengingat di dalam islam sendiri juga mengajarkan tentang hukmul hakim yargaul khilaf atau keputusan hakim itu meniadakan perbedaan pendapat.

Maka dari itu, sebagai santri harus tetak mengkedepankan demokrasi dimana meski tahu jika hasil putusan MK tersebut cacat etika, namun mau tidak mau harus tetap menerima keputusan tersebut. Dengan begitu, para santri bisa memantapkan pilihannya menggunakan hati nurani tanpa adanya intervensi. 

"Santri kali ini harus ikut andil juga dalam menentukan pemimpin bangsa ini, demokrasi itu adalah hak kita masing masing bagaimana menentukan pilihan kita menggunakan hati nurani," tutupnya.(riz) 

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow