Buntut Kenaikan BBM, Inflasi Tahunan September Tembus 5,95 Persen

04 Oct 2022 - 08:47
Buntut Kenaikan BBM, Inflasi Tahunan September Tembus 5,95 Persen
Suasana di sebuah SPBU di Samarinda, Kalimantan Timur. Pemerintah merencanakan penggunaan kartu pintar untuk mengatasi masalah BBM di tanah air. (ist)

Jakarta, (afederasi.com) - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, laju inflasi tahunan (year on year/yoy) sebesar 5,95 persen pada September 2022. Sementara angka inflasi secara bulanan (month to month/mtm) mencapai 1,17 persen.

Kepala BPS Margo Yuwono mengungkapkan, kenaikan inflasi tersebut sebagai buntut dari kebijakan pemerintah dalam menyesuaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi pada awal September lalu.

“Jika dilihat penyumbang inflasi di September ini, di antaranya berasal dari kenaikan bensin, tarif angkutan dalam kota, beras, solar, tarif angkutan antar kota, tarif kendaraan online, dan juga bahan bakar rumah tangga,” ungkap Margo.

Margo menjelaskan laju inflasi tahunan ini merupakan yang tertinggi sejak Oktober 2015, yang pada saat itu mencapai 6,25 persen. Sementara inflasi bulanan, katanya, merupakan yang tertinggi sejak Desember 2014 yang ketika itu mencapai 2,64 persen.

Secara historis, kata Margo, dampak dari kenaikan harga BBM subsidi terhadap inflasi tidak cukup panjang, yakni hanya sekitar dua bulan. Meski begitu, ia menekankan kebijakan pemerintah dan situasi global juga menjadi faktor penentu dari iaju inflasi ke depannya.

“Bahwa kenaikan harga BBM itu dampaknya tidak hanya di bulan yang bersangkutan, tapi juga bisa berdampak kepada bulan-bulan berikutnya, ini bicara tren data, bicara historis. Tapi apakah itu terjadi, ya nanti tergantung dari bagaimana berbagai kebijakan dari pemerintah misalnya melalui BI, bisa mengendalikan inflasi di bulan berikutnya. Kalau melihat sejarah itu hanya terjadi satu bulan, terus naik lagi. Kemudian di bulan berikutnya sudah landai kembali. Jadi shock-nya kenaikan BBM itu hanya dua bulan,” tuturnya.

Secara terperinci, Margo mengatakan dari 90 kota yang diamati oleh BPS, 88 kota di antaranya mengalami inflasi. Inflasi tertinggi tercatat di Bukit Tinggi yang mencapai 1,87 persen, dimana kenaikan harga menjadi penyebab utamanya. Inflasi terendah tercatat di Merauke yang mencapai 0,07 persen. Dua kota, yakni Manokwari dan Timika, dilaporkan mengalami deflasi masing-masing 0,64 persen, dan 0,59 persen.

Dalam kesempatan yang sama Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menjelaskan kenaikan laju inflasi diklaim masih berada dalam kategori yang cukup ringan. Meski begitu, katanya, semua pihak terutama para kepala daerah harus tetap waspada, untuk bisa mengendalikannya di masing-masing daerahnya.

“Kami juga sudah minta kepada Kepala BPS untuk mengumumkan juga per provinsi, kalau bisa juga diumumkan kabupaten/kota masing-maisng. Dengan demikian akan ada iklim kompetitif di antara rekan-rekan kepala daerah, bersinergi dengan semua unsur yang ada di daerahnya masing-masing untuk menekan inflasi. Kalau semua daerah bisa mengendalikan inflasinya maka otomatis angka nasional juga akan bisa dikendalikan,” ungkap Tito.

Guna meminimalisir dampak negatif dari inflasi tersebut, kata Tito, pemerintah juga akan memperkuat jaringan pengaman sosial. Menurutnya, masing-masing kepala daerah harus jeli dalam mencari solusi untuk menekan inflasi di wilayahnya masing-masing, karena penyebab inflasi di setiap daerah pasti berbeda-beda.

Ia menjelaskan, ada beberapa instrumen yang bisa digunakan oleh daerah untuk menekan inflasi. Pertama, katanya adalah instrumen APBD, yakni dua persen dari dana transfer umum bisa digunakan untuk mengendalikan inflasi. Kedua, menggunakan anggaran belanja tidak terduga. Menjelang akhir tahun ini, ungkap Tito, anggaran belanja tidak terduga untuk seluruh wilayah masih tersisa di atas Rp7 triliun.

“Sebagian mungkin bisa dialokasikan untuk menjaga kemungkinan terjadinya bencana, termasuk bencana alam, tapi sebagian lagi realisasi belanja yang real adalah untuk mengendalikan inflasi di daerah masing-masing termasuk memberikan subsidi untuk transportasi dari daerah produsen ke konsumen,” jelas Tito.

Selain itu, anggaran desa juga bisa digunakan untuk menekan inflasi. Dana desa tersebut bisa digunakan untuk memberikan dukungan bantuan kepada masyarakat di desa-desa masing-masing tentunya selain bersumber dari bantuan regular dari pemerintah pusat atau kementerian terkait. (dn)

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow