Hasil Penelitian RSCM; Lelaki Alami Disfungsi Ereksi Berisiko Serangan Jantung 3-5 Tahun Kemudian

Diketahui bahwa sekitar 1 dari 3 lelaki di Indonesia, yang berusia antara 20 hingga 80 tahun, mengalami disfungsi ereksi atau yang lebih dikenal sebagai impotensi. Ini menimbulkan pertanyaan tentang terapi apa yang tersedia untuk mengatasi masalah ini.

23 Sep 2023 - 22:17
Hasil Penelitian RSCM; Lelaki Alami Disfungsi Ereksi Berisiko Serangan Jantung 3-5 Tahun Kemudian
Ilustrasi; Seorang laki-laki sedang konsultasi ke dokter. (Istimewa)

Jakarta, (afederasi.com) - Sebuah penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) mengungkapkan fakta yang cukup mencengangkan. Diketahui bahwa sekitar 1 dari 3 lelaki di Indonesia, yang berusia antara 20 hingga 80 tahun, mengalami disfungsi ereksi atau yang lebih dikenal sebagai impotensi. Ini menimbulkan pertanyaan tentang terapi apa yang tersedia untuk mengatasi masalah ini.

Menurut dr. Widi Atmoko, seorang ahli dalam bidang Uronephrology di RSCM Kencana, data ini sangat mengkhawatirkan karena 35 persen dari lelaki dengan gangguan seksual tampaknya mengalami lebih dari satu jenis gangguan seksual. Lebih lanjut, risiko mengalami gangguan seksual cenderung meningkat seiring bertambahnya usia seseorang.

"Penyebab gangguan seksual sangat beragam dan dapat dikelompokkan menjadi masalah psikologis, organik yang berhubungan dengan kelainan anatomi atau fungsi organ tubuh, atau bahkan kombinasi keduanya," ungkap dr. Widi dalam peluncuran Prostate Centre dan Couple’s and Well-being di RSCM Kencana pada Jumat (22/9/2023), seperti dikutif suara.com network afederasi.com.

Gangguan seksual pada dasarnya merupakan gangguan pada salah satu atau beberapa tahap dalam siklus respons seksual yang menghambat kemampuan individu untuk mencapai aktivitas seksual yang memuaskan, termasuk mencapai orgasme.

Sementara itu, impotensi atau disfungsi ereksi merujuk pada ketidakmampuan seseorang untuk mencapai atau mempertahankan ereksi yang cukup keras pada penisnya, yang diperlukan untuk melakukan aktivitas seksual yang memuaskan.

Menurut dr. Widi, terapi untuk mengatasi disfungsi ereksi tidak selalu berarti memberikan obat-obatan. Biasanya, langkah pertama adalah dokter akan mencari tahu penyebab serta tingkat keparahan gangguan ereksi yang dialami pasien.

"Modalitas terapi yang bisa digunakan termasuk konseling, terapi psikologis, pemberian obat atau medikamentosa, penggunaan alat tertentu, bahkan dalam beberapa kasus, pilihan operasi juga menjadi pertimbangan. Terapi terkini yang kini semakin banyak diminati adalah terapi regeneratif," jelas dr. Widi.

Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum seseorang menjalani terapi impotensi:

Jangan Anggap Sebagai Tabu: Dr. Widi menekankan bahwa penting bagi pasien untuk memahami bahwa disfungsi ereksi bukanlah masalah yang harus disembunyikan atau dianggap tabu. Oleh karena itu, sangat penting untuk berkonsultasi dengan dokter jika mengalami kesulitan dalam ereksi atau terganggu dalam hubungan seksual.

Terbuka kepada Dokter: Dalam proses terapi, berbagai pilihan akan diajukan oleh dokter sesuai dengan kondisi masing-masing pasien. Kejujuran dan keterbukaan dari pasien sangat penting agar dokter dapat menentukan diagnosis yang akurat dan memberikan tatalaksana terbaik.

Bisa Jadi Tanda Sakit Jantung: Penting untuk diingat bahwa seringkali gangguan seksual dapat menjadi manifestasi dari masalah kesehatan lainnya. Sebagai contoh, disfungsi ereksi dapat terjadi akibat masalah pembuluh darah. Oleh karena itu, mengidentifikasi dan mengatasi gangguan ereksi juga dapat membantu mencegah masalah jantung di masa mendatang.

"Studi telah menunjukkan bahwa 3 hingga 5 tahun setelah mengalami disfungsi ereksi, seseorang berisiko mengalami serangan jantung," tambah dr. Widi sebagai peringatan penting. (jae) 

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow