Perusahaan di Gresik Utara, Caplok Tanah Negara dan Lahan Milik Warga

26 Aug 2025 - 21:12
Perusahaan di Gresik Utara, Caplok Tanah Negara dan Lahan Milik Warga
Puluhan warga Melirang saat audiensi dengan pihak Bungah Industri Park (BIP) mempertanyakan lahan milik mereka yang dicaplok atau diserobot PT BIP. (Miftahul Arif/afederasi.com)

Gresik, (afederasi.com) - Puluhan warga memprotes aktivitas proyek Bungah Industrial Park (BIP) di Desa Melirang, Kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik. 

Warga geram hingga menuding perusahaan tersebut mencaplok alias menyerobot lahan. Pasalnya hingga saat ini, warga belum pernah menjual tanahnya. Ironisnya, perusahaan mengklaim dan menguasai secara sepihak semua tanah sudah masuk dalam sertifikat resmi hasil lelang, sementara puluhan warga masih menggenggam bukti kepemilikan tanah yang kini digusur tanpa ada ganti rugi sam sekali.

Tak hanya tanah warga, lahan milik negara serta jalan desa juga ikut dikuasai oleh perusahaan tersebut. Bahkan sebagian tanah warga yang masih sengketa saat ini sudah digarap, dampaknya tanaman-tanaman perkebunan milik warga rusak dan rata dengan tanah. 

Hasil investigasi di lapangan mengungkap riwayat panjang kepemilikan tanah ini. Awal mula pada tahun 1900-an, terjadi pembebasan lahan oleh PT Puri Mas di Desa Melirang dengan plot mencapai 162 hektar. Namun hingga tahun 1995 proses pembelian lahan tak pernah tuntas.

Kemudian tahun 1997, tiba-tiba muncul sertifikat global seluas 116 hektar yang dijual ke Puskopal TNI AL, selanjutnya berpindah tangan ke PT Citra Mutiara Mandiri, PT Mutiara Sejahtera, AJBS, hingga akhirnya dilelang Bank Mandiri. Lalu dari situlah PT Bungah Industrial Park masuk sebagai pembeli terakhir.

Namun di balik terbitnya sertifikat tersebut, masih ada sekitar 5 hektar tanah milik warga yang belum pernah dijual. Bahkan menurut Kepala Desa Melirang Muaffaq, ada pula tanah negara serta jalan milik desa dengan luas lebih dari 1 hektar yang ikut dikuasai korporasi.

“Desa sejak awal sudah memberi surat resmi bahwa ada tanah warga yang belum terbeli. Seharusnya tanah tersebut tidak disentuh. Tapi faktanya, lahan itu sudah diratakan dengan alat berat,” kata Muaffaq saat mediasi warga dengan pihak perusahaan di Balai Desa Melirang, Senin (25/7/2025). 

Kemarahan warga semakin memuncak saat pihak perusahaan memulai aktivitas proyek pemerataan tanpa adanya pemberitahuan. Bahkan ada lahan di luar peta perusahaan, seperti tanah milik warga bernama Yahya yang ikut diratakan bersama tanaman singkongnya.

“Tanaman Singkong diratakan begitu saja. Tanah saya yang tidak pernah saya jual ikut didoser tanpa izin,” keluh Sumarno, salah satu warga ahli waris dari Adelan atas nama istrinya Uliyah Ulfa.

Selain itu, akses jalan desa yang menjadi fasilitas umum juga ditutup sepihak oleh perusahaan. Padahal, di dalam sertifikat terlihat jelas ada jalan menuju lahan warga. Polemik pun makin panas ketika perusahaan hanya menawarkan kompensasi Rp 3.000 per meter jauh di bawah harga pasar. 

Padahal informasi dari Kepala Dusun Pereng Wetan, Desa Melirang Nur Syafi'i, perwakilan perusahaan bernama H Amak pernah mengaku PT Bungah Industrial Park membeli lahan lewat lelang seharga Rp 195 ribu per meter. Lebih ironis lagi, ada warga yang hanya akan diberi kompensasi Rp 3,5 juta untuk satu bidang tanah tanpa hitungan per meter. 

Warga menjadi bingung, menjual saja tidak pernah kok tiba-tiba pihak perusahaan menawarkan kompensasi. Sementara satu warga lain ditawari ganti rugi senilai Rp 50 juta karena sudah berdiri bangunan rumah di atas lahannya. 

“Kalau perusahaan bisa membeli Rp 195 ribu per meter, kenapa warga hanya dihargai Rp 3.000 per meter? Ini jelas merugikan rakyat, masa harga tanah lebih murah dari harga kerupuk,” protes salah satu pemilik lahan yang ikut pertemuan di Balai Desa Melirang.

Menurut warga, mediasi telah dilakukan beberapa kali, mulai di pos pantau TNI AL, rumah warga, hingga balai desa. Namun semua berakhir buntu, pihak perusahaan melalui H. Amak selaku Humas dan Maharaja bagian legal, tetap bersikukuh bahwa lahan mereka sudah sah secara hukum.

“Ini tanah kami secara sah, maka kami berhak melakukan apapun. Kalau ada kepemilikan warga, silakan tunjukkan dokumennya. Kami akan berikan tali asih, bukan ganti rugi,” tegas Maharaja perwakilan perusahaan.

Pernyataan arogan itu justru membuat warga semakin tersudut. Pasalnya banyak tanah yang belum pernah terjadi transaksi jual beli, namun kini sudah masuk dalam peta sertifikat PT Bungah Industrial Park. Padahal sebenarnya warga tidak menolak investasi, namun mereka meminta harga ganti rugi yang wajar serta penghormatan terhadap hak rakyat dan aset negara.

“Investasi jangan sampai menginjak rakyat kecil. Tanah negara dan tanah warga yang belum dijual tidak bisa seenaknya diklaim perusahaan,” tutup Kades Muaffaq. (Mif)

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow