Dinamika Budaya Digital Masyarakat
Menyadari akan bahayanya berada di dunia digital, akan meningkatkan kewaspadaan warga net untuk tetap berusaha beretika baik, menggunakan skill digital untuk memajukan bangsa dan negara, serta teta waspada akan penyebaran informasi dan data digital.
Afederasi.com - Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) Republik Indonesia merilis hasil survei literasi digital tahun 2021 yang menunjukan membaiknya budaya digital di Indonesia. Pada skala 5, budaya digital (digital culture) memperoleh skor 3,90. Kemudian pada pilar etika digital (digital ethics) menunjukan skor 3,53 dan pilar kecakapan digital (digital skill) memperlihatkan skor 3,44. Pilar yang paling rendah terdapat pada keamanan digital (digital safety) dengan skor 3,10. Dengan demikian tentunya kedepan masih akan ada dinamika digital masyarakat.
Keempat pillar diatas dihasilkan melalui proses penggabungan dari 10 kompetensi literasi digital atau kecerdasan digital yang dibuat oleh Jaringan Pegiat Literasi Digital (JAPELIDI), komponen literasi digital oleh Deloitte dan bekerjasama dengan Kominfo. Dari tiga komponen itulah lahir 4 pilar literasi digital. yakni kecakapan digital (digital skill), budaya digital (digital culture), keamanan digitaal (digital safety) dan etika digital (digital ethics).
Kecakapan Digital (Digital Skill) Bukan Hanya Tentang Cara Menggunakan Teknologi
Masyarakat digital disebabkan semakin banyak dari orang-orang yang menjadi penghuni dunia dalam jaringan. Dari fungsi awal adanya teknologi yakni berkomunikasi, hingga sekarang masuk hampir ke semua sektor seperti dunia pendidikan, ekonomi, perbankan, wisata, dan hiburan. Masyarakat sangat dimudahkan dengan adanya teknologi internet dengan biaya terjangkau dan fasilitas yang cukup murah untuk dibeli semua lapisan masyarakat.
Faktor lainnya juga tidak lepas dari adanya pandemi Covid-19 yang mengharuskan melakukan kegiatan secara daring. Tidak bisa dipungkiri kedepan budaya untuk hidup di dunia daring juga semakin meningkat. Terlebih digembar-gemborkan oleh para penguasa teknologi dunia yang mana manusia hidup secara penuh di dunia realitas virtual (virtual reality). Tanpa adanya pilar yang mengontrol atau sebagai acuan penanganan perilaku masyarakat, maka bisa dipastikan para pengambil kebijakan akan semakin kebingungan dalam mengetok kebijakan.
Hal yang cukup penting juga dalam menghadapi dunia digital adalah kecakapan digital. Semakin masyarakat masuk dunia digital pasti akan mempelajari perangkat yang akan digunakan untuk masuk kedalamnya. Akan tetapi di beberapa tempat masih belum terjangkau mudahnya berinternet ria. Hal itu mengharuskan mereka mencari sinyal ke atap rumah, naik pegunungan, hingga menempuh jarak berkilo-kilo meter untuk mendapatkan sinyal bertuliskan 4G atau 3G dengan tanda sinyal penuh. Tapi mungkin bisa dimaklumi karena Indonesia memiliki berbagai macam struktur geografis yang tidak memungkinkan untuk ditembus sinyal. Maka dari itu, kemampuan untuk mengidentifikasi perangkat dan fitur apa yang dibutuhkan dan sesuai dengan generasi penggunanya.
Tidak hanya penguasaan pada penggunaan teknologi, kecakapan digital juga menitik beratkan pada bagaimana masyarakat digital mampu mengetahui dan menggunakan mesin pencarian dengan mengidentifikasi informasi yang benar dan tidak mengaburkan fakta. Kejadian miris yang disayangkan mengenai perilaku masyarakat digital dalam mencari informasi di mesin pencari. Salah satunya adanya kasus dua remaja yang membunuh temannya dan berencana menjual organ ginjal melalui situs online. Diberitakan kedua remaja tersebut mengaku menemukan informasi tersebut juga di salah satu mesin pencari. Mereka tergiur dengan uang yang akan dihasilkan jika dapat menjualnya. Namun setelah membunuh korban, mereka tidak lagi menemukan situs jual beli tersebut. Akhirnya mereka ditetapkan sebagai tersangka, mendekam di jeruji besi dan harus kehilangan masa depan mereka. Maka dari itu pentingnya mengetahui tentang kemampuan untuk mencari dan memilah informasi yang tersebar.
Hal yang perlu diwanti-wanti pula, penyebaran informasi melalui media sosial juga kerap kali meresahkan. Terkadang dengan mudahnya atau punya motivasi kuat untuk menyebarkan informasi palsu di media sosial. Sehingga sengaja atau tidak misinformasi akan menjadi konsumsi di masyarakat digital yang belum mempunyai kompetensi kecakapan digital dalam mencari informasi. Peningkatan kemampuan dapat dilakukan dengan tidak asal share dan terima informasi yang didapat. Perlu cek & ricek kebenaran dari suatu informasi.
Kemudian point penting lagi dari kecakapan digital adalah dengan memahami dan berhati-hati pada ekosistem dompet digital, perbankan, lokapasar, dan transaksi digital. kasus viral beberapa hari yang lalu banyaknya yang menjadi korban dari penipuan berkedok kurir paket yang ternyata adalah alat untuk melakukan kejahatan yang dapat membobol data m-banking korban kemudian menguras uang korban puluhan hingga ratusan juta. Perlu menjadi perhatian dan meningkatkan kecakapan digital dengan berhati-hati pada link yang tidak dikenal, tidak terburu-buru dalam mengklik file berekstensi APK yang dikirimkan, dan memeriksa ulang detail tentang pesanan paket yang dikirimkan. Dengan begitu, keamanan digital juga diperhatikan.
Keamanan Digital (Digital Safety) Mengamankan Jejak Digital
Keamanan digital juga menjadi point yang paling rendah, pasalnya banyak yang dengan mudahnya menyebarkan identitas pribadi di dunia maya, dengan alih-alih akan mendapatkan keuntungan yang mudah dan banyak. Akan tetapi perlu disadari juga, perusahaan negara yang tingkat keamanannya terjaga dengan baik, masih kebobolan, apalagi yang belum terverifikasi oleh para ahli.
Selain itu para hacker juga sering meretas database negara. Seperti yang menjadi perbincangan nasional tentang seorang hacker berinisial Bjorka yang mengaku sudah berhasil meretas dan menjual data Negara. Sampai sekarang pihak keamanan masih melacaknya dan belum ada kabar terbarukan. Bagaimana kebenarannya kita belum bisa memastikannya. Tapi memang perlu diketahui dan sudah menjadi rahasia umum, bahwa ada orang-orang yang memang ahli pada bidang tersebut. Dan mereka mempunyai forum untuk berdiskusi hingga transaksi. Jika dimanfaatkan untuk kebaikan, dapat mereka gunakan keahliannya untuk membantu menjadi tester keamanan database, memberikan saran keamanan, dan membantu keamanan itu sendiri. Sebaliknya, jika disalahgunakan, maka bisa digunakan untuk melakukan perusakan data hingga mengambil alihnya.
Setelah memahami tentang mudahnya berinternet ria (mengakses internet). Tidak hanya bagi mereka yang sudah ahli, tetapi masyarakat awam pun juga dapat membantu mengamankan diri mereka di dunia digital. Maka harus diimbangi dengan kemampuan untuk menjaga dan berhati-hati dengan jejak digital. Bagaimanapun walaupun kita sudah menghapus jejak digital, maka sepenuhnya itu tidak bisa dilakukan. Bisa jadi ada yang diam-diam men-screenshot dan menyimpan data diri kita. Lalu apakah jejak digital yang sudah kita unggah dapat terhapus sepenuhnya? jawabnya bisa, namun tidak sepenuhnya. karena suatu saat dapat ditarik kembali meskipun di permukaan sudah menghilang. Hal ini pun sering kali digunakan untuk bukti tindak pidana. Ingat, jejak digital kita terekam selamanya dan secara otomatis tersimpan di berbagai belahan dunia.
Budaya Digital (Digital Culture) Menanamkan Nilai Luhur Bangsa Indonesia
Berbicara budaya digital, maka akan muncul konsep warga negara digital (digital citizenship). Pada konteks Bangsa dan Negara Indonesia, maka nilai yang dibawa adalah nilai luhur Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika. Karena dari kedua rumusan leluhur itu menjadi panduan dalam menjalankan kehidupan berbangsa, bernegara dan berbudaya Indonesia. Karena kita tahu, bahwa bangsa Indonesia mempunyai banyak budaya, suku dan bahasa. Kemajemukan, Multikultural dan Demokratis lah yang dianut warga Negara Indonesia.
Penanaman akan nilai pancasila dari setiap sila ke dalam masyarakat digital Indonesia penting untuk dilakukan. Karena jika tidak, maka beberapa hal akan terjadi. Seperti (1) tidak mempunyai batasan antara kebebasan berekspresi dengan perundungan siber, ujaran kebencian, provokasi yang dapat menimbulkan perecahan di dunia digital, (2) tidak dapat membedakan keterbukaan informasi publik dengan pelanggaran privasi digital yang mana seharusnya setiap orang berhak mempunyai ruang privasinya, buka hanya karena ia sebagai publik figur bukan berarti tak mempunyai ruang privasi, dan (3) tidak mampu membedakan disinformasi, misinformation, yang menghasilkan kemelut hingga anarkisme atau menghilangkan budaya sopan santun bangsa Indonesia.
Terjangan dari masuknya budaya lain bisa mendisrupsi pemahaman anak bangsa akan nilai-nilai luhurnya Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika. Mereka akan llebih mudah suka dengan budaya dari luaar negeri dan bersikap acuh pada budaya sendiri. lebih populer dan mendalami budaya orang lain daripadad budadya sendiri. Hall ini bisa dilihat dari budaya parra K-Popers, Wibu (para pecinta Anime), dan masih banyak lagi yang banyak digandrungi oleh anak bangsa.
Masuknya budaya asing dapat menjadi pelajaran bagi semua masyarakat Indonesia. Budaya tren asing dengan mudahnya mempengaruhi mereka, karena bisa disebabkan mereka melihat modern, dan asiknya budaya asing daripada budaya sendiri. maka dari itu, ccaaa yang dilakukan berbagai pihak dengan memberikan pemahaman sejak sedini mungkin dan terus-menerus hingga setiap lapisan agar tetaap mengingat bagaimana Pancasila dengan kelima silanya dan Bhineka Tunggal Ika menjadi pedoman hidup berbangsa dan bernegara.
Fenomena sekarang juga memperlihatkan Optimisme tinggi terhadap peningkatan budaya digital masyarakat Indonesia dengan berbagai cara. Mulai dari memproduksi dan mendistribusikan konten digital yang memuat nilai - nilai Pancasila yakni cinta kasih, kesetaraan, harmoni dalam keberagaman, demokrasi, kekeluargaan, kegotongroyongan, juga kesadaran mematuhi hukum di Indonesia, hingga aktif dan kolaboratif dalam aktivitas berlandaskan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika. Sebagai contoh tindakannya diwujudkan dengan membuat konten bernuansa keagamaan yang santai, lagu menggunakan bahasa daerah yang seringkali trending, film cerita-cerita rakyat Indonesia dan lain sebagainya. Maka dari itu, masih ada optimisme dalam membantu memperbaiki budaya digital masyarakat Indonesia.
Etika Digital (Digital Ethics)
Selain itu, etika tidak hanya dibutuhkan dalam interaksi di dunia nyata, tapi juga diterapkan di dunia virtual. Dalam dunia virtual sebagai makhluk sosial, maka akan tetap berlaku saling memahami antara satu sama lain dengan cara menegakkan etika yang berlaku di masyarakat dunia nyata. Ketika di dunia nyata tidak menggunakan kata-kata celaan, berbohong, mengadu domba, mencaci maki, maka begitu pula di dunia maya yang berganti nama menjadi hate speech dan hoax, menyebarkan aib saudara sesuku seagama, mengolok-ngolok, video panas, hingga tidak menggunakan diksi yang tepat dapat menyebabkan masyarakat tertuduh tindakan pidana.
Memang sangat susah jika “tidak” berkomentar dengan ujaran kebencian atau menyebarkan kabar hoax, karena biasanya berita hoax adalah berita yang laku. Akan tetapi, dampak yang ditimbulkan dari ujaran kebencian, menghina, dan menyebarkan kebohongan akan sangat merugikan korban dan pengguna lain. Akan tetapi sudah cukup membaik dengan adanya UU ITE. Yang bisa dilakukan warganet adalah semakin bijak dalam menyikapi informasi yang beredar. Dan menyampaikan pendapat dengan cara yang baik dan elegan.
Ruang lingkup etika digital pun menyangkut akan pertimbangan yang dilakukan secara sadar (kesadaran), bertanggung jawab, berintegritas (kejujuran), dan bernilai kebajikan. Baik itu dalam hal tata kelola, berinteraksi, berpartisipasi, berkolaborasi dan bertransaksi elektronik. Sifat media digital yang instan sering kali membuat seseorang tidak sadar dengan apa yang dilakukan. Contohnya reflek membuka hp, atau membuka pesan ketika ada notifikasi masuk, dan secara tidak sengaja pula menyebarkan berita manipulatif atau hoax, pelanggaran hak cipta, plagiasi dsb. Serta mau bertanggung jawab akan apa yang dilakukan dengan menerima konsekuensi dari setiap perilaku, tentunya dibarengi dengan nilai-nilai kebermanfaatan.
Sebagai makhluk yang wajib beradaptasi, warga net sepatutnya bisa memposisikan diri dengan baik pula di era gempuran dunia dalam jaringan. Peningkatan digital culture pasti juga akan membutuhkan perangkat untuk mengakses fasilitas digital. Maka dari itu sinergi antara pemerintah dan masyarakat akan sangat diperlukan untuk memperbaikinya, yang tidak hanya di kota tetapi juga di pelosok kota. Selain melek dan sadar diri akan teknologi, warga dapat memanfaatkan dengan baik untuk menunjang kebutuhan hidup sehari-hari yang mana sebagian kebutuhan hidup didapat melalui dunia digital.
Pada akhirnya menyadari akan bahayanya berada di dunia digital, akan meningkatkan kewaspadaan warga net untuk tetap berusaha beretika baik, menggunakan skill digital untuk memajukan bangsa dan negara, serta teta waspada akan penyebaran informasi dan data digital. Semua pihak dari pemerintah, penyedia jasa layanan, hingga keamanan pasti sudah tetap berusaha menjadi lebih baik lagi. Sinergi antara semua pihak termasuk para pengguna menjadi point penting beradaptasi di era digital ini. Next menyongsong metaverse dapat dilakukan dengan cara yang elegan pula.
Referensi :
What's Your Reaction?