Indonesia Terapkan Kembali Kebijakan Pungutan Ekspor US$0/MT

03 Nov 2022 - 08:50
Indonesia Terapkan Kembali Kebijakan Pungutan Ekspor US$0/MT
Salah seorang pekerja sedang memanen buah sawit. (ist)

 Jakarta, (afederasi.com) - Pemerintah Indonesia memutuskan untuk melanjutkan kebijakan Pungutan Ekspor (PE) nol Dolar Amerika Serikat (AS) per metrik ton (MT) per 1 November 2022. Keputusan tersebut diambil dalam rapat Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, kebijakan tersebut diterapkan karena harga indeks pasar (HIP) biodiesel lebih rendah dari HIP solar sehingga belum ada pembayaran insentif biodiesel. Tarif PE sebesar nol Dolar AS/MT akan diperpanjang sampai harga referensi minyak sawit mentah atau CPO lebih besar sama dengan 800 Dolar AS/MT.

“Insentif ini kita pertahankan, tarif nol Dolar AS/MT diperpanjang sampai referensi harga lebih besar atau sama dengan 800 Dolar AS/MT. Karena sekarang harganya masih sekitar 713 Dolar AS/MT, jadi tarif PE nol Dolar AS/MT berlaku sampai bulan Desember. Tetapi begitu harga naik ke 800 Dolar AS/MT, tarif PE nol Dolar AS/MT tersebut tidak berlaku,” ujarnya.

Penyesuaian terhadap skema tarif pungutan ekspor diharapkan memberikan efek keadilan dan kepatutan terhadap distribusi nilai tambah yang dihasilkan dari rantai industri kelapa sawit dalam negeri. Pungutan yang dipungut dari ekspor dikelola dan disalurkan kembali untuk fokus pembangunan industri kelapa sawit rakyat.

Airlangga menyampaikan, ketersediaan dana dari pungutan ekspor dapat meningkatkan akses pekebun swadaya terhadap pendanaan untuk perbaikan produktivitas kebun dan mendekatkan usaha pada sektor yang memberikan nilai tambah lebih.

Disamping itu, dalam rapat juga memutuskan untuk melakukan percepatan realisasi Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dengan beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti, yakni akan dilakukan pembahasan lebih lanjut melalui tim teknis yang melibatkan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Pertanian, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan BPDPKS serta mendorong penanaman tanaman sela di lahan PSR yang mencakup komoditas jagung, kedelai dan sorgum sebagai bagian dari program ketahanan pangan.

Terkait PSR, juga perlu dilakukan perbaikan agar selisih harga tandan buah segar (TBS) pekebun mitra dan nonmitra semakin mengecil. Airlangga menyampaikan, rapat koordinasi komite pengarah berikutnya khusus PSR akan dilakukan pada pertengahan November agar dapat diperoleh perencanaan PSR dalam kerangka penanaman tanaman sela pada Desember 2022. (ans)

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow