KPK Akan Hadir di Sidang Praperadilan Gugatan SYL Terkait Kasus Dugaan Korupsi
Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) telah menggugat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sebuah sidang praperadilan yang digelar perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (6/11/2023).
Jakarta, (afederasi.com) - Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) telah menggugat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sebuah sidang praperadilan yang digelar perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (6/11/2023). SYL, yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan kasus korupsi, mengajukan gugatan terkait penetapannya sebagai tersangka. KPK, selaku tergugat dalam perkara ini, telah menyatakan kesiapannya untuk hadir dalam sidang praperadilan tersebut. Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, mengonfirmasi kehadiran tim biro hukum KPK dalam sidang tersebut.
Ali Fikri menjelaskan bahwa penetapan SYL sebagai tersangka dalam kasus korupsi di Kementerian Pertanian telah dilakukan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. "KPK telah patuhi semua hukum acara pidananya maupun ketentuan lain yang terkait," tegasnya seperti yang dilansir dari Suara.com media partner afederasi.com. KPK juga memiliki keyakinan bahwa Majelis Hakim yang akan menyidangkan perkara ini akan menolak praperadilan yang diajukan oleh SYL.
Gugatan praperadilan yang terdaftar dengan nomor perkara t 114/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL ini terkait dengan sah atau tidaknya penetapan SYL sebagai tersangka yang dilakukan oleh KPK. SYL menjadi pemohon dalam gugatan tersebut, sementara KPK menjadi termohon. Selain SYL, dua tersangka lainnya dalam kasus ini adalah Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan) Muhammad Hatta, dan Sekjen Kementan Kasdi Subagyono.
Mereka diduga terlibat dalam korupsi yang melibatkan pemerasan dan penyalahgunaan kekuasaan dalam proses lelang jabatan, serta ikut serta dalam pengadaan barang dan jasa dengan penerimaan gratifikasi. Sebagai Menteri Pertanian saat itu, SYL diduga memerintahkan Hatta dan Kasdi untuk menarik setoran senilai USD 4.000-10.000 atau setara dengan Rp62,8 juta hingga Rp157,1 juta per bulan dari pejabat unit eselon I dan eselon II di Kementan. Uang tersebut diperoleh dari realisasi anggaran Kementan yang di-mark up serta setoran dari vendor yang mendapatkan proyek. Kasus korupsi ini mencakup periode tahun 2020-2023, dan menurut temuan sementara KPK, ketiganya diduga menikmati uang haram sekitar Rp13,9 miliar. (mg-1/jae)
What's Your Reaction?


