Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres: Sejumlah Kejanggalan dalam Proses Hukum

Gugatan batas usia calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres) menjadi sorotan karena sejumlah kejanggalan yang mengitarinya.

03 Nov 2023 - 11:15
Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres: Sejumlah Kejanggalan dalam Proses Hukum
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie saat memimpin sidang pendahuluan dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi di Gedung MK, Jakarta, Selasa (31/10/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]

Jakarta, (afederasi.com) - Gugatan batas usia calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres) menjadi sorotan karena sejumlah kejanggalan yang mengitarinya.

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) bahkan telah mengungkap bukti rekaman CCTV terkait dengan dugaan kejanggalan pendaftaran gugatan capres-cawapres.

MKMK sendiri terkait dengan putusan nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menjadi inti masalah, di mana MK mengatur norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres meskipun tidak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.

Pernyataan tersebut telah menimbulkan kontroversi, terutama dalam konteks pencalonan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Jokowi, yang pada saat pendaftaran Pilpres 2024 berusia 36 tahun dan memiliki status sebagai Wali Kota Solo selama 3 tahun. Ini merupakan salah satu aspek utama dalam gugatan batas usia yang perlu dicermati.

Namun, sejumlah kejanggalan lainnya dalam gugatan tersebut juga patut diperhatikan.

Tidak Ditandatangani Pemohon

Dalam sidang MKMK, terungkap bahwa dokumen perbaikan permohonan yang diajukan oleh pemohon Almas Tsaqibbirru tidak ditandatangani oleh kuasa hukum maupun oleh Almas sendiri. Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Julius Ibrani, mengungkapkan hal ini dalam persidangan. Hal ini menjadi kejanggalan, mengingat MK selama ini dikenal sangat disiplin dalam prosedur administratifnya, termasuk tanda tangan dokumen. Julius Ibrani menyatakan kekhawatirannya bahwa jika dokumen tersebut tidak pernah ditandatangani, maka seharusnya permohonan perbaikan tidak dianggap sah atau bahkan dibatalkan.

Legal Standing Pemohon Lemah: Pengagum Gibran

Kejanggalan lainnya terkait dengan legal standing pemohon yang dinilai lemah. Almas Tsaqibbiru Re A, yang mengajukan permohonan pengujian materiil, tidak merasa dirugikan secara konstitusional secara pribadi. Almas mengaku sebagai pengagum Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka. Hal ini memunculkan pertanyaan mengenai relevansi pemohon dalam mengajukan gugatan tersebut, dan apakah pemohon memenuhi syarat sebagai pihak yang berkepentingan secara hukum.

Kemunculan Tiba-Tiba Anwar Usman

Kejanggalan ketiga dalam gugatan batas usia adalah terkait dengan kemunculan Anwar Usman, Ketua MK dan adik ipar Presiden Jokowi, dalam penanganan perkara nomor 90 dan nomor 91. Awalnya, Anwar tidak ikut memutuskan perkara dalam gelombang pertama, yang berakhir dengan penolakan. Namun, dalam perkara nomor 90 dan 91, Anwar tiba-tiba muncul dan ikut memutuskan perkara tersebut, meskipun isu konstitusionalnya sama dengan perkara gelombang pertama. Keputusan ini tidak hanya meningkatkan jumlah hakim yang memutus perkara, tetapi juga mengubah pandangan sebagian hakim yang sebelumnya menolak gugatan, sehingga mengakibatkan pengabulan sebagian permohonan.

Bisa Dianggap Cacat Hukum

Kejanggalan selanjutnya adalah kemungkinan adanya cacat hukum dalam putusan MKMK. Terdapat dugaan penyelundupan hukum dalam Putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023. Dalam permusyawaratan hakim yang dipimpin oleh Anwar Usman, terdapat perbedaan dalam pandangan para hakim, yang menciptakan keraguan terkait dengan komposisi hakim yang setuju dan tidak setuju dengan putusan tersebut. Hal ini menciptakan ketidakjelasan dalam proses pengambilan keputusan dan menciptakan potensi cacat hukum dalam putusan tersebut.

MK Terima Berkas Saat Malam Minggu

Kejanggalan terakhir adalah terkait dengan waktu penerimaan berkas oleh MK. MK disebut menerima berkas gugatan pada malam minggu, tepatnya pada Sabtu, 30 September 2023. Ini diungkapkan oleh hakim konstitusi Arief Hidayat dalam pendapat berbeda (dissenting opinion) yang diajukan. Hal ini menciptakan kebingungan terkait dengan waktu penerimaan berkas dan pengolahan surat, serta identitas pegawai MK yang menerima berkas tersebut. Kejanggalan ini memunculkan pertanyaan terkait dengan proses administratif di MK yang harus dijelaskan lebih lanjut.

Semua kejanggalan dalam gugatan batas usia capres-cawapres ini memunculkan keraguan dan kontroversi seputar proses hukum dan keadilan dalam penanganan kasus ini. Semua pihak perlu memberikan penjelasan yang transparan dan komprehensif untuk menjaga integritas Mahkamah Konstitusi.(mg-3/mhd)

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow