Sukses Rajai Tambang, Khalilur Rambah Joint Ventur Budidaya Lobster Vietnam

01 Sep 2024 - 12:29
Sukses Rajai Tambang, Khalilur Rambah Joint Ventur Budidaya Lobster Vietnam
HRM. Khalilur R Abdullah Sahlawiy (ist)

Situbondo, (afederasi.com) – Di balik potensi besar budidaya lobster di Indonesia, sejumlah tantangan mengintai para pelaku usaha. Hal ini diungkapkan HRM. Khalilur R Abdullah Sahlawiy, seorang pengusaha kawakan asal Situbondo, yang menyoroti berbagai hambatan dalam menjalankan budidaya lobster di dalam negeri maupun di luar negeri, seperti diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KKP) Nomor 7 Tahun 2024.

Menurut Khalilur, budidaya lobster di Indonesia bukanlah perkara mudah, terutama karena biaya yang sangat mahal. “Untuk budidaya dengan volume ratusan ribu hingga jutaan ekor Benih Bening Lobster (BBL), biaya bisa mencapai ratusan miliar hingga triliunan rupiah,” ujarnya pada Minggu (1/9/2024).

Khalilur menambahkan, biaya bisa ditekan hanya jika memelihara kurang dari 50.000 ekor BBL. Selain itu, faktor alam juga menjadi kendala besar. Budidaya lobster memerlukan lokasi yang spesifik, seperti teluk yang tenang tanpa arus dan ombak, serta memiliki kedalaman minimal delapan meter saat surut.

"Kondisi ini sangat sulit ditemukan di banyak tempat di Indonesia," imbuhnya.

Masalah lainnya adalah konsesi yang mahal dan proses perizinan yang rumit. Perusahaan yang ingin terjun di bisnis ini harus membayar perizinan pemanfaatan ruang laut yang tidak murah.

“Biaya izin per hektar saja bisa mencapai Rp18.860.000, belum lagi proses yang panjang di berbagai direktorat jenderal di KKP,” jelas Khalilur.

Masalah pakan juga menjadi tantangan signifikan. Lobster membutuhkan pakan spesifik seperti kerang, kepiting, dan potongan ikan, yang tidak selalu mudah didapat. Jika budidaya dilakukan dalam skala besar, maka kebutuhan pakan harus diimpor dari tempat yang jauh, menambah kompleksitas dan biaya.

Adapun untuk budidaya lobster di luar negeri, Khalilur menilai hal ini hampir mustahil dilakukan. Meski Permen KKP Nomor 7 Tahun 2024 mengizinkan ekspor BBL untuk budidaya di luar negeri, hambatan birokrasi dan kerja sama antarnegara menjadi tantangan utama.

“Kerja sama dengan negara seperti Vietnam, misalnya, memerlukan serangkaian izin dan surat keterangan yang sulit diperoleh,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Khalilur menjelaskan bahwa budidaya lobster di luar negeri mengharuskan perusahaan asing untuk beroperasi di Indonesia setidaknya selama tiga tahun.

“Namun, penyelundupan BBL ke Vietnam melalui Singapura masih sering terjadi, membuat kesepakatan jangka panjang sulit dicapai,” katanya.

Meskipun begitu, Khalilur tetap bertekad menjalin kerja sama dengan pembudidaya lobster di Vietnam. "Saya harus membentuk tim kecil di Vietnam untuk memetakan pembudi daya besar lobster yang bisa diajak bekerja sama sesuai aturan Permen KKP No. 7 Tahun 2024,” tutupnya dengan penuh semangat.

Dengan segala tantangan ini, upaya budidaya lobster di Indonesia memerlukan strategi matang dan kerja sama lintas sektor untuk benar-benar bisa berkembang dan bersaing di pasar global.(vya/dn) 

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow