Kiai Sepuh NU Tegaskan Pencopotan Gus Yahya Cacat Administrasi, Desak Penyelesaian Internal
Jombang, (afederasi.com) – Suara kritis dari kalangan sesepuh Nahdlatul Ulama (NU) menyikapi dinamika panas di tubuh Pengurus Besar NU (PBNU). Sejumlah kiai sepuh dari jajaran Mustasyar dan Sesepuh NU menggelar pertemuan terbatas di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Sabtu (6/12/2025).
Dalam pertemuan tersebut menegaskan bahwa proses pencopotan Ketua Umum PBNU, KH. Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya, dinilai cacat administrasi dan tidak sesuai dengan Anggaran Dasar/Rumah Tangga (AD/ART) organisasi.
Pertemuan yang berlangsung selama lebih dari lima jam itu menghasilkan poin-poin penting yang menyerukan penyelesaian masalah secara internal NU, menolak campur tangan eksternal, serta mendesak dihentikannya Rapat Pleno untuk menetapkan Penjabat (PJ) Ketum sebelum semua prosedur organisasi ditempuh.
Dalam konferensi pers usai pertemuan, juru bicara forum, HM. Abdul Mu’id dari Lirboyo Kediri, menyampaikan kesimpulan utama para kiai.
“Forum berpandangan bahwa proses pemakzulan Ketua Umum tidak sesuai dengan aturan organisasi sebagaimana ketentuan AD/ART,” tegas HM. Abdul Mu’id yang didampingi oleh KH. Abdurrahman Kautsar Ploso, Kediri, dan KH. Imron Mutamakkin dari Pasuruan.
Mereka menekankan bahwa setiap keputusan strategis, termasuk yang menyangkut pimpinan tertinggi, harus berlandaskan mekanisme resmi organisasi yang telah digariskan.
Meski menilai proses pencopotan cacat formil, forum para kiai sepuh ini juga tidak menutup mata terhadap isu substansi. Mereka mengakui adanya informasi kuat terjadinya pelanggaran atau kekeliruan serius dalam pengambilan keputusan oleh Ketua Umum.
“Hal ini perlu diklarifikasi melalui mekanisme organisasi secara menyeluruh,” lanjut Abdul Mu’id.
Oleh karena itu, forum merekomendasikan agar Rapat Pleno untuk menetapkan PJ Ketum PBNU tidak diselenggarakan sebelum seluruh prosedur dan musyawarah diselesaikan sesuai ketentuan. Mereka mendorong dilakukannya klarifikasi menyeluruh melalui musyawarah internal yang sah dan terukur.
“Kami menekankan bahwa penyelesaian persoalan ini harus ditempuh secara lengkap dan terukur, sebelum adanya langkah penetapan pejabat pengganti atau keputusan lain yang bersifat final,” ungkapnya.
Pesan penting lain dari forum Tebuireng adalah seruan kepada seluruh pihak untuk meredam gesekan demi menjaga ketenangan organisasi. Para kiai juga secara tegas menolak segala bentuk pelibatan lembaga eksternal dalam menyelesaikan masalah internal NU.
“Persoalan ini hendaknya diselesaikan melalui mekanisme internal NU, tanpa melibatkan institusi atau proses eksternal, demi menjaga kewibawaan jam’iyyah dan memelihara NU sebagai aset besar bangsa,” beber juru bicara forum.
Pernyataan ini dinilai sebagai upaya menjaga martabat NU sebagai organisasi keagamaan terbesar di Indonesia agar mampu menyelesaikan masalahnya sendiri dengan prinsip ahlussunnah wal jama’ah.
Pertemuan terbatas ini dihadiri oleh sejumlah tokoh sentral NU dari berbagai unsur, baik secara langsung maupun melalui sambungan virtual (Zoom). Kehadiran mereka menunjukkan tingkat keprihatinan yang tinggi di kalangan elite NU.
Beberapa nama yang hadir antara lain:
Shohibul Bait & Hajat: KH. Dr. Umar Wahid dan KH. Abdul Hakim Mahfudz.Sesepuh & Mustasyar: Prof. Dr. KH. Ma’ruf Amin (via Zoom), Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj, KH. Anwar Manshur, KH. Nurul Huda Djazuli, KH. Abdullah Ubab Maimoen (Zoom), Hj. Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid (Zoom), dan Hj. Mahfudloh Wahab.
Unsur Syuriyah & Tanfidziyah PBNU: H. Mohammad Nuh, H. Nur Hidayat, KH. Ali Akbar Marbun, KH. Said Asrori, KH. Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), KH. Mu’adz Thohir, H. Amin Said Husni, dan H. Sumantri.
Pertemuan di Pesantren Tebuireng ini menjadi sinyal kuat dari kalangan sesepuh agar konflik internal di PBNU diselesaikan dengan mengedepankan aturan organisasi, musyawarah, dan menjaga ukhuwah.
Rekomendasi mereka diharapkan menjadi panduan bagi seluruh jajaran NU untuk mencari jalan keluar yang elegan dan berwibawa.(san)
What's Your Reaction?


