Soal Gugatan Batas Usia Capres, Nasir PKS: MK Jadi Keranjang Sampah
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Djamil mengomentari gugatan yang diajukan terkait batas usia minimal dan maksimal calon presiden dan calon wakil presiden di Mahkamah Konstitusi (MK).

Jakarta, (afederasi.com) - Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Djamil mengomentari gugatan yang diajukan terkait batas usia minimal dan maksimal calon presiden dan calon wakil presiden di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Melalui gugatan di MK, terlihat adanya upaya menggembosi dan mengendorse," ujar Nasir Djamil kepada wartawan pada Kamis (24/8/2023).
Menurut Djamil, satu gugatan terkait batas usia maksimal calon presiden-calon wakil presiden menunjukkan upaya untuk menggembosi, sedangkan gugatan lainnya terkait mendorong figur muda masuk dalam Pilpres 2024 menunjukkan upaya endorse.
Lebih lanjut, Djamil mencatat bahwa gugatan pertama terlihat mengarah pada pembatasan usia maksimal capres-cawapres menjadi 70 tahun. Di sisi lain, gugatan kedua mencerminkan dugaan dorongan untuk mendorong kandidat muda ikut dalam Pilpres.
"Sekilas, terlihat seperti menggembos dan mengendorse," tambahnya.
Meskipun demikian, Djamil mengungkapkan keprihatinannya terhadap pengajuan gugatan ini ke MK. Dia berpendapat bahwa perubahan semacam ini seharusnya diajukan melalui revisi Undang-Undang Pemilu di DPR RI.
"Seharusnya inisiatif ini diajukan di DPR, mengapa harus ke MK? Kenapa tidak membahas ini di DPR?" ujarnya.
Djamil mengemukakan bahwa mungkin ada kekhawatiran bahwa DPR akan mengalami kesulitan dalam mencapai kesepakatan mengingat banyak pihak yang memiliki kepentingan. Dia juga menambahkan bahwa perdebatan di DPR mungkin akan lebih ramai dan berisik karena menyangkut para kandidat.
Lebih lanjut, sebagai anggota Komisi III DPR RI, Djamil berpendapat bahwa gugatan semacam ini sebenarnya tidak cocok diajukan di MK.
"Hasilnya adalah MK menjadi tempat pembuangan semua persoalan, seperti tempat sampah. Seharusnya DPR harus berinisiatif dan mengambil tanggung jawab ini, daripada melemparkannya ke MK," paparnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi diberi tugas untuk mengubah aturan mengenai batas usia calon presiden dan calon wakil presiden. Permohonan ini mengajukan usia maksimal calon menjadi 65 tahun dan usia minimal 21 tahun, serta membatasi calon presiden untuk maju hanya dua kali.
Permohonan ini didasarkan pada gugatan terhadap Pasal 169 huruf q dan Pasal 169 huruf n dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pemohon dalam gugatan ini adalah Gulfino Guevaratto, yang diwakili oleh kuasa hukum Donny Tri Istiqomah.
Donny Tri Istiqomah mengungkapkan bahwa gugatan ini diajukan karena kekhawatiran terhadap diskriminasi akibat perubahan batas usia capres-cawapres yang tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
"Mohonan usia 35 tahun dan usia 70 tahun belum memiliki dasar hukum yang jelas dan justru semakin diskriminatif," kata Donny dalam konferensi pers pada Senin (21/8/2023).
Penggugat meminta agar Pasal 169 huruf q yang sebelumnya mengatur usia minimal capres-cawapres 40 tahun diubah. Mereka berpendapat bahwa perubahan ini bertentangan dengan Pasal 28D ayat 3 dan Pasal 28J ayat 1 UUD 1945.
Gulfino sebagai pemohon berharap agar pasal tersebut tidak hanya mengatur usia minimal, tetapi juga mengatur batas usia maksimal, yaitu minimal 21 tahun dan maksimal 65 tahun.
Selain itu, gugatan ini juga meminta pembatasan masa jabatan calon presiden dan calon wakil presiden menjadi dua kali saja, sesuai dengan Pasal 169 huruf n dalam UU Pemilu.
Gugatan ini telah diajukan ke MK pada hari Senin (21/8/2023). (mg-2/jae)
What's Your Reaction?






