Revisi UU ITE dan Perlindungan Anak dari Konten Pornografi
DPR RI baru-baru ini menyetujui revisi kedua UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) pada tahun 2008.

Jakarta, (afederasi.com) - DPR RI baru-baru ini menyetujui revisi kedua UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) pada tahun 2008. Menurut Menkominfo Budi Arie Setiadi, revisi ini dilakukan untuk menguatkan hukum dan meredam perilaku negatif masyarakat di ranah digital.
Meskipun begitu, revisi UU ITE kali ini mencakup poin menarik terkait penghinaan yang diperbolehkan. Keputusan ini tidak dimaksudkan untuk membenarkan tindakan penghinaan, melainkan sebagai langkah untuk melindungi potensi korban yang mungkin berbalik menjadi tersangka.
Revisi ini juga menegaskan perlindungan anak di ruang digital, termasuk akses dan restriksi penyelenggara sistem terhadap konten-konten yang tidak sesuai untuk anak-anak.
Sementara itu, di Inggris, pengawas komunikasi digital Ofcom telah mengajukan draft perlindungan anak di internet untuk mencegah konten pornografi. Meskipun situs porno legal di Inggris, penyelenggara sistem diwajibkan melakukan verifikasi KTP untuk mengaksesnya, menjaga keamanan anak di ruang digital.
Dampak Konten Pornografi pada Anak
Kecanduan pornografi dapat membawa dampak serius pada perkembangan dan pertumbuhan anak. Contoh kasus di Kabupaten Kediri, Jawa Tengah, menunjukkan bahwa tingginya jumlah anak yang hamil di luar nikah dapat disebabkan oleh pengaruh tontonan pornografi.
Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Kabupaten Kediri menyebutkan bahwa pornografi bisa menjadi salah satu faktor penyebab. Kecanduan pornografi dapat mengganggu perkembangan otak anak, menyebabkan gangguan emosi, dan menurunkan kemampuan bersosialisasi.
Dengan revisi UU ITE yang baru, diharapkan dapat memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap anak-anak di ruang digital dan mengurangi dampak negatif dari konten pornografi. (mg-1/jae)
What's Your Reaction?






