Rambah Pasar Digital, Jamu Godog Onto Rejo Lereng Wilis Kediri Jangkau Pasar Nusantara
Kediri, (afederasi.com) - Racikan jamu tradisional oleh warga di Dusun Purut Desa Parang Kecamatan Banyakan Kabupaten Kediri kini terjual hingga luar kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Kalimantan, dan Bali.
Pasalnya jamu tradisional yang berbahan baku daun srenggani, dempolelet, sambiloto dan rempah-rempah lain ini sudah ditekuni turun temurun sejak puluhan tahun silam.
Jani (60) salah seorang pemilik usaha jamu mengaku telah menekuni usaha ini sejak tahun 1982 silam. Banyaknya potensi tanaman rempah diwilayahnya dimanfaatkan untuk hasil olahan produk herbal tersebut.
Saat itu jamu grasak nama familiar dari jamu buatan Jani diproduksi secara manual dengan sang istri Sumarni dan dipasarkan dengan cara dipikul keliling kampung. Cara pemasaran dari mulut ke mulut memang cara yang paling ampuh saat itu.
"Mulai awal keliling kampung sama istri, dengan harga satunya Rp 250 perak. Alhamdulillah selama satu bulan sekitar 100 sampai 200 bungkus laku terjual. Khasiatnya biasa untuk pegal linu, asam urat dan penyakit lain," ucap Jani saat ditemui dikediamannya, Kamis (11/5/2023) kemarin.
Seiring berjalannya waktu, Jani yang tak ingin usahanya hanya dinikmati di area wilayah tempat tinggalnya saja, mencoba peruntungan dengan nekat menjual sendiri jamu olahannya di Ibu Kota, Jakarta tepatnya di area Kampung Melayu sampai Duren Sawit.
Tak heran lokasi Dusun Purut, tempat tinggal Jani memang cukup jauh dari jantung Kota Kediri, sekitar 40 menit. Tim afederasi.com harus meminta bantuan dari salah satu warga setempat untuk mengantar ke lokasi dikarenakan medan yang berkelok dan banyaknya gang sempit.
Setibanya dilokasi kami disambut dan langsung dipersilahkan untuk masuk. Jani menceritakan, memang di daerahnya banyak terdapat pembuat jamu. Untuk itu, ia terus berupaya membuat berbagai inovasi hasil racikan Jamu kering dan juga mengajarkan ilmu kepada sang anak, Mas Rudin.
"Mulai jual ke Jakarta sekitar tahun 2000. Setengah bulan sekali ke Jakarta dan habis sekitar 500-2000 pcs," imbuh Jani.
Sejak saat itulah usaha Jani dan keluarga terus mulai berkembang hingga puncaknya pada tahun 2006 sampai 2008. Dimana dalam sekali produksi, ia bisa memasarkan mulai dari 10.000-25.000 bungkus.
"Best seller itu produk wedang uwuh dan jamu godog, dari total 15 produk yang kami punya," urainya.
Meski begitu, ibarat usaha pasti ada pahit manisnya, produk olahan Jani sempat alami penurunan drastis, dimana permintaan pasar mulai sepi dan konsumen mulai beralih dengan produk yang sejenis dan hampir sama dengan yang dimiliki Jani.
Apalagi dengan banyaknya kompetitor di desanya yang kini mencapai belasan peramu jamu herbal, ia harus memutar otak untuk terus bisa meneruskan usaha yang telah ia rintis puluhan tahun.
Dimulai dari program pinjaman kredit usaha rakyat (KUR) dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) ia memulai kembali dengan lebih tertata dan memikirkan kemasan. Akhirnya brand atau merk "Onto Rejo" dipilih dari putra sulung ksatria Pandawa, bernama Raden Bima. Tak hanya itu, soal perijinan dan promosi juga dimulai.
"Alhamdulillah dibantu anak saya proses penjualan mulai sekarang juga bisa di toko online, mulai tahun 2021 lalu saat pandemi sampai sekarang," ucap Jani.
Menurutnya, era digital seperti ini produsen dan pelaku usaha lain harus mau belajar dan memanfaatkan teknologi yang ada. Ia mencatat penjualan di toko online dalam kurun waktu satu bulan saja bisa mencapai sekitar 1000 bungkus hanya dari satu suplayer.
"Sekarang sudah ada 3-5 suplayer dari Jakarta, Surabaya juga ada. Kalau konsumen biasa sudah di seluruh Indonesia," paparnya.
Produk jamu Onto Rejo sendiri dijual mulai dari harga Rp 5 ribu hingga Rp 15 ribu. Tak hanya usaha keluarga, saat ini Jani juga mempekerjakan tetangga dan saudara dekat rumahnya. Sekitar 4 orang untuk membantu proses pembuatan jamu setiap harinya.
"Sebulan Alhamdulillah bisa menghasilkan sekitar Rp 15- Rp 20 juta, kemarin juga sempat Rp 50 juta," tandasnya.
Selain memproduksi jamu godok, dia juga membuat wedang uwuh yang berisi bahan seperti jahe, kayu secang, cengkih, daun cengkih, daun kayu manis, daun pala, kapulaga, dan gula batu. Wedang uwuh itu dijadikan satu paket berisi lima bungkus. Sekarang Dusun Purut Desa Parang Banyakan telah berubah menjadi Desa Kluster Rempah di wilayah Lereng Gunung Wilis. (sya/dn)
What's Your Reaction?






