Panen Pahit Tembakau Jombang:,Harga Anjlok 30% Dihantui Cuaca Mendung
Jombang, (afederasi.com) – Puncak panen tembakau tahun ini terasa pahit di lidah petani di Jombang. Selain harga jual yang merosot tajam, kualitas hasil panen juga terancam rendah akibat proses penjemuran yang tidak maksimal karena cuaca buruk.
Kondisi ini dialami Sumarto (58), petani asal Dusun Banjarmlati, Desa Jatibanjar, Kecamatan Ploso. Menurutnya, berbagai hambatan telah menghantui sejak awal masa tanam.
“Sebenarnya dari awal tanam hujan kan sudah seperti itu, kalau wilayah sini untungnya tidak sampai banjir,” ujar Sumarto.
Namun, kendala terberat justru datang saat musim panen tiba. Harga tembakau tahun ini disebutnya anjlok sangat dalam. “Harganya yang paling baik itu masih bisa Rp 40 ribu untuk yang kering, tapi yang saya dapat kemarin itu kualitas biasa, masih di angka Rp 22 ribu per kilogram,” keluhnya.
Penurunan harga ini mencapai lebih dari 30% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sumarto mengaku, untuk kualitas yang sama, tahun lalu ia bisa mendapatkan harga jauh lebih tinggi.
“Kalau tahun kemarin ndak bisa diomong, yang sekarang Rp 22 ribu itu tahun kemarin bisa Rp 37 ribu sampai Rp 38 ribu perkilogramnya,” imbuhnya.
Dampaknya, pendapatannya terancam turun drastis. Dari lahan seluas 300 ru (ubin), tahun lalu ia bisa meraup untung hingga Rp 50 juta. Tahun ini, ia hanya berharap bisa mendapatkan separuh dari jumlah tersebut.
“Kalau tahun ini semoga saja masih bisa separo lebih, kan ini masih ada daun tengah sampai atas dan harapannya bisa dipanen dan bagus,” tambahnya.
Masalah lain yang tak kalah pelik adalah cuaca yang tidak menentu. Di puncak panen, cuaca panas yang dibutuhkan untuk mengeringkan tembakau tak kunjung datang secara maksimal.
“Halangan kedua ya cuacanya ini, setiap hari mendung, kalaupun ada panas juga tidak terik, jadi penjemurannya lama,” ujar Sumarto.
Kebanyakan petani di daerahnya menggunakan metode janturan, yaitu pengeringan tembakau dengan menggantungkan daun utuh yang telah digapit bambu.
“Kalau panas sekali, sampai kering itu bisa sempurnya sekitar 10 harian kalau dijantur, nah kalau cuacanya seperti ini dua minggu belum tentu bisa kering,” jelasnya.
Kondisi lembap dan hujan yang masih sering turun mengancam kualitas tembakau. Daun berisiko muncul flek hitam dan warnanya tidak cerah. “Bisa muncul flek atau warnanya tidak bagus, harganya juga tentu tidak bisa kayak yang kualitas super,” pungkas Sumarto.
Dinas Pertanian setempat melaporkan bahwa produksi tembakau di Kabupaten Jombang tahun ini mengalami penurunan yang cukup tajam. Rata-rata, hanya 62% dari total lahan tanam yang berhasil dipanen.
Berikut rincian data lahan tembakau di beberapa kecamatan sentra produksi:
Kecamatan Ploso: Kondisi terparah. Dari 1.347 hektare lahan, hanya 336 hektare (25%) yang bisa dipanen.
Kecamatan Kabuh: Lahan terluas (2.440 hektare), namun hanya 975 hektare (40%) yang berhasil dipanen.
Kecamatan Plandaan: 620 hektare dari 774 hektare (80%) berhasil dipanen.
Kecamatan Ngusikan: 166 hektare dari 199 hektare (83%) berhasil dipanen.
Kecamatan Kudu: Relatif aman, 893 hektare dari 1.093 hektare (82%) berhasil dipanen.
Gabungan antara harga tembakau yang anjlok, cuaca tidak mendukung, dan tingkat kegagalan panen yang tinggi menjadikan musim panen tahun ini sebagai ujian berat bagi para petani tembakau di Jombang. (san)
What's Your Reaction?


