Kades Madiun 'Korban' Korupsi Kolam Renang

23 Oct 2025 - 13:41
Kades Madiun 'Korban' Korupsi Kolam Renang
Sidang Eksepsi Kades Sukosari, Kabupaten Madiun. R. Indra Priangkasa dan Hendri Wahyu Wijaya membacakan nota keberatan atas dakwaan korupsi kolam renang terdakwa Kusno di Pengadilan Tipikor Surabaya, Kamis (23/10/2025). (Ist)

Surabaya, (afederasi.com) - Drama hukum kasus dugaan korupsi pembangunan kolam renang desa yang menyeret Kepala Desa (Kades) Sukosari, Madiun, Kusno, kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Kamis (23/10/2025). Tim Penasihat Hukum (PH) Kusno secara keras meminta Majelis Hakim menyatakan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) batal demi hukum karena dinilai "kabur, tidak cermat, dan melanggar prinsip keadilan."

Kades Kusno didakwa menyelewengkan dana Bantuan Keuangan Khusus (BKK) sebesar Rp 600 juta pada Tahun Anggaran 2022. Namun, dalam nota keberatan (eksepsi) yang dibacakan oleh R. Indra Priangkasa dan Hendri Wahyu Wijaya, tim PH membeberkan serangkaian kejanggalan fundamental dalam dakwaan JPU.

Salah satu keberatan utama PH adalah kekaburan peran Terdakwa Kusno dalam unsur penyertaan (deelneming) Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"Penuntut Umum tidak menjelaskan apakah Terdakwa bertindak sebagai pelaku utama, turut serta, atau pembantu dalam tindak pidana tersebut. Tidak dijelaskan pula peran konkret Terdakwa," tegas R. Indra Priangkasa.

Menurut PH, kekaburan ini melanggar prinsip due process of law dan hak Terdakwa untuk mendapatkan pembelaan yang adil (fair trial).

Lebih lanjut, PH menyoroti bahwa pertanggungjawaban hukum penggunaan keuangan BKK 2022 sepenuhnya dibebankan kepada Kusno, padahal penggunaan dana secara nyata dilakukan oleh Alm. Jaelono bin Majid Raharjo dan Eko Edy Siswanto. Hal ini dianggap melanggar asas personalitas, di mana pertanggungjawaban pidana harus didasarkan pada kesalahan pribadi (geen straf zonder schuld).

Kontradiksi Data dan Wewenang Audit Kejaksaan Dipermasalahkan

Eksepsi juga menguak kontradiksi fakta dalam dakwaan JPU. Diantaranya, JPU menyebut Peraturan Desa Sukosari Nomor 7 Tahun 2021 tentang APBDes ditandatangani oleh Terdakwa Kusno, padahal saat itu Kusno telah mengundurkan diri dan yang menandatangani adalah Pejabat Kepala Desa Alfan Syuhada, SE.

Kekaburan lain terkait Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA). Di satu sisi JPU menyebut ada SILPA Rp 157,5 juta, namun di sisi lain diuraikan bahwa dana tersebut sudah terpakai untuk pembayaran pajak dan sarana penunjang, yang berarti secara de facto tidak ada anggaran yang tersisa.

Poin paling krusial adalah keberatan PH atas penggunaan Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN) dari Auditor Kejaksaan Tinggi Jawa Timur yang menetapkan kerugian negara sebesar Rp 220,3 juta.

"Penggunaan hasil audit Kejaksaan bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA). Lembaga yang berwenang menyatakan ada atau tidaknya kerugian keuangan negara secara konstitusional adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)," papar PH.

Berdasarkan seluruh kekaburan materiil dan pelanggaran konstitusional yang dinilai terjadi, tim penasihat hukum memohon kepada Majelis Hakim yang dipimpin Ferdinand Marcus Leander untuk mengabulkan seluruh keberatan.

"Menyatakan surat dakwaan JPU batal demi hukum, atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima," tandas Hendri Wahyu Wijaya di akhir pembacaan eksepsi.

Terdakwa Kusno mengikuti persidangan secara daring. Sidang akan dilanjutkan pada Kamis, 6 November 2025, dengan agenda tanggapan (replik) dari Jaksa Penuntut Umum. (hen)

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow