Efisiensi Anggaran Ancam Pengembangan Siswa SLB Negeri Campurdarat

Tulungagung, (afederasi.com) – Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Campurdarat, Tulungagung, kini turut merasakan dampak dari kebijakan efisiensi anggaran. Kondisi ini berpotensi menghambat pengembangan keterampilan siswa yang membutuhkan fasilitas khusus untuk mendukung proses belajar mereka.
Kepala SLB Negeri Campurdarat, Multazamah, mengungkapkan bahwa pemangkasan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk pembangunan ruang keterampilan membuat pengadaan fasilitas belajar menjadi tantangan besar.
“Beberapa program keterampilan masih harus berbagi satu ruangan karena belum memiliki kelas khusus yang memadai,” jelas Multazamah, Senin (17/2/2025).
Biasanya, alokasi DAK untuk SLB di Jawa Timur ditentukan langsung oleh pemerintah provinsi. Pada tahun sebelumnya, terdapat 25 SLB yang menerima DAK. Namun, dengan adanya pemangkasan anggaran, jumlah sekolah penerima otomatis berkurang.
“Situasi ini memaksa kami untuk benar-benar memilih program prioritas bagi siswa, karena keterbatasan anggaran berdampak langsung pada mereka,” imbuhnya.
Kondisi siswa SLB yang memiliki keterbatasan beragam seharusnya menjadi pertimbangan utama dalam kebijakan efisiensi anggaran. Sekolah menyediakan berbagai program keterampilan guna memastikan setiap anak mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan masing-masing.
“Setiap anak memiliki keterampilan yang berbeda-beda. Ada yang bisa melakukan satu hal tetapi kesulitan di hal lain, sehingga kami menyediakan banyak program agar mereka dapat belajar sesuai bakatnya,” tuturnya.
Saat ini, SLB Negeri Campurdarat memiliki beragam program keterampilan, termasuk tata boga, tata rias, IT, menjahit, melukis, membuat hantaran, musik angklung, band akustik, dan menari. Semua program ini dirancang agar siswa memiliki keterampilan yang dapat menunjang kemandirian finansial mereka di masa depan.
“Kami ingin memastikan bahwa setiap siswa di sini dapat hidup mandiri dan sejahtera,” tegasnya.
Namun, pelaksanaan program tersebut memerlukan dukungan alat dan bahan pembelajaran yang cukup. Berbeda dengan sekolah umum, metode belajar siswa SLB lebih banyak berbasis praktik langsung dan tidak bisa mengandalkan pembelajaran daring.
“Siswa di sini tidak bisa belajar hanya melalui platform online seperti YouTube. Mereka memerlukan alat dan bahan untuk praktik langsung,” ujarnya.
Tak hanya fasilitas siswa, efisiensi anggaran juga berdampak pada peningkatan kompetensi guru. Beberapa program ekstrakurikuler seperti musik angklung, misalnya, membutuhkan tenaga pengajar yang memahami metode khusus bagi siswa dengan keterbatasan pendengaran.
“Siswa musik angklung mayoritas memiliki keterbatasan pendengaran, sehingga ada metode mengajar khusus yang harus dipelajari oleh guru. Jika anggaran dipangkas, peningkatan kompetensi guru pun turut terdampak,” ungkapnya.
Multazamah berharap agar siswa SLB Negeri Campurdarat dapat lebih mudah diterima di sekolah inklusi agar mereka bisa berbaur dengan masyarakat dan membangun rasa percaya diri.
“Siswa di sini tidak butuh dikasihani, mereka hanya ingin dihargai dan diapresiasi atas kemampuan serta potensi mereka,” pungkasnya.(riz/dn)
What's Your Reaction?






