Cara Petani Muda Jombang Budidaya Sayur Hidroponik
Jombang, (afederasi.com) – Memanfaatkan lahan kosong di rumahnya, Rokhim Azzam (38), warga Dusun Plosokendal, Desa Plosogeneng, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang, sukses mengembangkan budidaya sayur hidroponik sejak empat tahun terakhir.
Berawal dari iseng, kini usahanya menghasilkan hingga 1 ton pakcoy setiap bulan dan menjangkau pasar hingga luar kota tidak hanya sayur sawi pakcoy juga ada sayuran selada yang dibudidayakannya.
Di kebun hidroponiknya yang sederhana namun produktif, Azzam menanam berbagai jenis sayur, terutama selada dan sawi pakcoy, yang dikenal memiliki pasar stabil dan permintaan tinggi.
Hal ini sejalan dengan program pemerintah terkait Makan Bergizi Gratis (MBG) yang mendorong konsumsi sayur segar dan sehat.
“Dulu awalnya karena enggak ada kerjaan. Iseng-iseng belajar hidroponik. Lama-lama malah jadi penghasilan utama,” ujar Azzam saat ditemui di kebunnya, Kamis (2/10/2025).
Sayuran hidroponik produksi Azzam telah dipasarkan ke berbagai swalayan dan supplier ternama, seperti Afco, Bravo, hingga Gema. Dengan harga jual Rp15.000/kg untuk pakcoy dan Rp20.000–Rp25.000/kg untuk selada, Azzam mampu meraih penghasilan bersih sekitar Rp7–8 juta per bulan.
“Pasarnya bagus, terutama selada dan pakcoy. Banyak supplier cari karena permintaan meningkat,” ungkapnya.
Menurut Azzam, perawatan tanaman hidroponik seperti pakcoy cukup sederhana, asalkan disiplin dalam menjaga nutrisi air dan kebersihan sistem. Proses tanam hingga panen hanya memerlukan waktu sekitar 30 hari.
Hari 1: Benih disemai, 24 jam kemudian mulai pecah.
Hari 2-4: Ditempatkan di area teduh hingga keluar dua daun.
Minggu 1: Dipindah ke meja aliran air.
Minggu 2: Masuk ke meja peremajaan.
Minggu 3-4: Tanaman tumbuh hingga siap panen.
Selain itu, Azzam memanfaatkan sistem daur ulang limbah organik dengan memelihara ikan di bak penampungan air. Ikan tersebut diberi makan daun sayur sisa, sekaligus membantu mengurai limbah tanaman.
“Jadi selain hemat, juga ramah lingkungan. Limbah bisa dimanfaatkan, enggak terbuang sia-sia,” katanya.
Meski terlihat sederhana, budidaya hidroponik tetap menghadapi tantangan, terutama listrik padam dan cuaca ekstrem. Tanpa sistem atap UV, Azzam harus waspada terhadap hujan dan kerusakan sistem.
“Kalau hujan dan listrik mati, pompa juga mati. Air enggak ngalir, bisa merusak tanaman. Harus sigap,” jelasnya.
Namun, ia tetap optimis dengan masa depan pertanian modern berbasis hidroponik, terutama jika program MBG dari pemerintah berjalan optimal.
“Kalau program Makan Bergizi Gratis benar-benar diterapkan, saya yakin hidroponik akan jadi solusi. Sayur konvensional saja tidak akan cukup memenuhi kebutuhan,” ujar Azzam dengan semangat.
Saat ini, Azzam sudah menjalin kemitraan dengan 20 titik kebun hidroponik yang dikelola warga sekitar. Ia berharap, pertanian hidroponik bisa menjadi alternatif mata pencaharian anak muda di Jombang dan menciptakan kemandirian pangan lokal.
“Saya ingin lebih banyak anak muda ikut. Jombang punya potensi jadi lumbung sayur sehat kalau dikelola serius,” tandasnya.(san)
What's Your Reaction?


