Pemerintah Mengenakan Larangan Berjualan di Media Sosial, Termasuk TikTok: Ini Dampak dan Alternatif Bagi Pedagang Online

Pemerintah baru-baru ini menerbitkan aturan yang memberlakukan larangan berjualan di platform media sosial, termasuk TikTok.

29 Sep 2023 - 13:44
Pemerintah Mengenakan Larangan Berjualan di Media Sosial, Termasuk TikTok: Ini Dampak dan Alternatif Bagi Pedagang Online
Mendag Zulhas saat mengunjungi pedagang minyak goreng curah di kawasan Klender, Jakarta Timur, Rabu (22/6/2022) [Suara.com/Achmad Fauzi].

Jakarta, (afederasi.com) - Pemerintah baru-baru ini menerbitkan aturan yang memberlakukan larangan berjualan di platform media sosial, termasuk TikTok. Langkah ini diatur dalam Permendag Nomor 31 Tahun 2023 yang mengatur tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

Pasca diberlakukannya larangan tersebut, banyak pedagang yang telah menggunakan TikTok sebagai platform untuk menjajakan produknya merasa khawatir tentang masa depan bisnis mereka. Namun, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Mendag Zulhas) memberi jaminan kepada para pedagang online bahwa mereka masih dapat menjalankan usaha mereka secara online.

Mendag Zulhas menyarankan agar para pedagang online mempertimbangkan untuk beralih ke platform e-commerce lain yang masih tersedia di dalam negeri. Menurutnya, masih banyak peluang bisnis yang dapat dimanfaatkan di platform lain.

"Ya itu mereka tinggal pindah saja, online ada, e-commerce ada, kenapa susah," ujar Mendag Zulhas seperti yang dilansir dari suara.com media partner afederasi.com.

Wakil Ketua Umum Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) Budi Primawan juga memberikan pandangan yang sejalan dengan Mendag Zulhas. Budi memastikan bahwa meskipun TikTok ditutup untuk berjualan, media sosial masih bisa digunakan sebagai sarana untuk mempromosikan produk atau jasa yang ditawarkan.

"Masih ada opportunity dari teman-teman pengusaha," tambahnya.

Aturan baru tersebut memiliki beberapa poin penting. Pertama, aturan tersebut lebih mendefinisikan model bisnis penyelenggaraan perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE), termasuk social-commerce sebagai salah satu model bisnis yang diizinkan. Kedua, pemerintah membatasi pembelian barang impor melalui e-commerce dengan harga minimum sebesar USD 100 per unit. Ketiga, pemerintah membuat daftar barang impor yang boleh diperjualbelikan langsung melalui e-commerce.

Keempat, terdapat syarat khusus bagi pedagang dari luar negeri yang ingin berjualan melalui e-commerce di Indonesia. Dan kelima, e-commerce atau social-commerce dilarang sebagai produsen produk yang dijual, dan tidak diperbolehkan memberikan fasilitas transaksi pembayaran pada sistem elektroniknya. Terakhir, keenam, e-commerce berserta afiliasinya dilarang menggunakan data-data konsumen untuk kepentingan bisnis tertentu. (mg-3/mhd)

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow