Benang Kusut Praktik Dugaan Mafia Tanah Rest Area Cerung Banyuwangi Mulai Terurai

30 Sep 2024 - 15:08
Benang Kusut Praktik Dugaan Mafia Tanah Rest Area Cerung Banyuwangi Mulai Terurai
Lokasi Rest Area Cerung, Desa Tegalharjo, Kecamatan Glenmore, sangat strategis berada di tepi jalan raya. (Roni/afederasi.com)

Banyuwangi, (afederasi.com) – Polemik seputar pengelolaan Rest Area Cerung di Desa Tegalharjo, Kecamatan Glenmore, Banyuwangi, mulai menemukan titik terang. Konflik tersebut mencuat setelah Budiyono, pemilik Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 1620 atas tanah seluas 12.000 meter persegi, mengklaim bahwa lahan miliknya dikelola tanpa izin dan sepengetahuannya oleh pihak lain. Pada Senin (30/9/2024), pihak-pihak terkait mulai buka suara terkait polemik ini.

Budiyono mengungkapkan kekhawatirannya karena hak atas tanahnya terancam hilang. Berdasarkan sertifikat yang dipegangnya, lokasi lahan yang saat ini digunakan sebagai Rest Area Cerung adalah miliknya. Namun, tanpa persetujuannya, lahan tersebut kini dikelola oleh pihak lain.

Menanggapi hal ini, Kepala Desa Tegalharjo, Andrik Tri Waluyo, menyatakan bahwa pengelolaan Rest Area Cerung tidak dilakukan sembarangan. Menurut Andrik, rest area tersebut dikelola berdasarkan kontrak sewa dengan Pemerintah Daerah (Pemda) Banyuwangi. “Kami menyewa lahan tersebut dari Pemda, yang kami ketahui selama ini lahan itu adalah milik Pemda,” kata Andrik dalam pesan singkatnya.

Namun, kuasa hukum Budiyono, Krisno Jatmiko, SH, MH, menegaskan bahwa kliennya adalah pemilik sah lahan tersebut sesuai dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960. "Sertifikat dengan nomor 1620 merupakan bukti tertinggi hak kepemilikan atas tanah. Bagaimana mungkin aturan ini dilanggar oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab?" ujar Krisno.

Krisno melanjutkan bahwa kliennya memiliki dokumen legal yang sah atas tanah tersebut, dan sertifikat itu telah diperiksa di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tidak ada sengketa, konflik, atau tumpang tindih atas lahan tersebut.

“Kami menduga ini adalah bagian dari praktik mafia tanah. Tanah milik klien kami dikuasai dan ditransaksikan oleh pihak lain tanpa dasar hukum yang jelas,” ujar Krisno. Ia menegaskan bahwa dugaan praktik mafia tanah ini didukung oleh sejumlah bukti, termasuk SHM Budiyono yang sah dan tidak diblokir.

Mengutip pernyataan Hakim Pengadilan Negeri Sambas, Hanry Ichfan Adityo, Krisno menambahkan bahwa mafia tanah merupakan bentuk kejahatan terorganisir yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk menguasai tanah milik orang lain secara tidak sah.

“Kami akan terus memperjuangkan hak klien kami, dan berharap penegakan hukum segera dilakukan untuk menghentikan praktik-praktik semacam ini,” pungkas Krisno.(ron/dn)

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow