Pacitan, (afederasi.com) - Presiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), telah kembali ke sorotan publik dengan memberikan pidato bersejarah dalam acara peresmian Museum dan Galeri SBY ANI.
Dalam pidatonya, SBY tidak hanya menyampaikan pandangannya mengenai politik di Indonesia, tetapi juga mengaitkannya dengan pemikiran seorang filsuf Italia, Niccolo Machiavelli.
"Saya ingin menekankan bahwa kita harus memperhatikan cara-cara yang kita pilih untuk mencapai tujuan kita. Tidak semua cara dapat dijustifikasi, seperti yang dinyatakan oleh para penganut ajaran Machiavelli," ungkap SBY dengan tegas.
Tak dapat dipungkiri, semasa kepemimpinannya sebagai presiden, SBY kerap kali dihubungkan dengan prinsip-prinsip Machiavelli, baik dalam strategi maupun tindakan-tindakannya.
Namun, sebelum kita melangkah lebih jauh, mari kita telaah lebih dalam apa sebenarnya ajaran Machiavelli itu.
Dalam pandangan Wawan Darmawan, seorang dosen Program Studi Pendidikan Sejarah dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), ajaran yang diungkapkan oleh Machiavelli dalam bukunya "The Prince" cenderung memiliki nuansa negatif.
Buku tersebut mengulas pemikiran Machiavelli tentang kepemimpinan seorang raja atau penguasa, dan bagaimana cara-cara untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan, bahkan jika itu melibatkan tindakan-tindakan yang kontroversial.
"Konsep 'the end justifies the means' atau 'tujuan menghalalkan cara' sering kali dikaitkan dengan Machiavelli, meskipun hal ini dianggap oleh banyak orang sebagai pelanggaran terhadap nilai-nilai moral dan agama," jelas Wawan dalam analisisnya.
Lebih lanjut, Wawan menjelaskan bahwa menurut Machiavelli, cara-cara yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu tidak menjadi masalah selama tujuan tersebut adalah memperoleh kekuasaan. Inilah alasan mengapa Machiavelli sering kali dianggap kontroversial dan kontemporer dalam pandangan banyak orang.
Machiavelli bahkan membenarkan tindakan membunuh lawan-lawannya jika mereka dianggap mengancam kekuasaannya.
"Semua tindakan yang diperlukan untuk memperkuat dan memperluas kekuasaan dapat dijalankan. Bahkan dalam konteks hukum modern, ada argumen bahwa seseorang dapat membunuh demi keselamatan dirinya sendiri," lanjut Wawan.
Dalam sejarah, beberapa tokoh dunia terkenal seperti Adolf Hitler dan Benito Mussolini dianggap sebagai penganut ajaran Machiavelli karena strategi dan tindakan otoriter mereka.
Tak hanya diakui dalam praktik, Machiavelli juga dikenal sebagai salah satu pelopor pemikiran politik modern oleh masyarakat Barat. Konsep-konsepnya mendorong perkembangan nasionalisme, khususnya nasionalisme Italia, meskipun terdapat interpretasi lain yang cenderung mengarah pada imperialisme.
"Machiavelli menyatakan bahwa kedamaian dan stabilitas dapat dicapai melalui dua cara, yaitu melalui hukum atau kekerasan jika hukum yang ada dirasa tidak cukup untuk mencapai tujuan tersebut." Wawan juga menambahkan
Namun, tak dapat disangkal bahwa bahkan Machiavelli sendiri merasa prihatin dan cemas terhadap bagaimana ajarannya telah diadopsi dan diterapkan oleh individu-individu seperti Hitler dan Mussolini, yang telah mencoreng pemahaman atas ajaran filosofisnya. (mg-2/mhd)