Mahasiswa Universitas Mulawarman di Kalimantan Timur Gelar Aksi Tolak Politik Dinasti dan Pelanggaran HAM
Suara protes terhadap politik dinasti dan dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terus berkumandang di tengah-tengah aksi mahasiswa.
Samarinda, (afederasi.com) - Suara protes terhadap politik dinasti dan dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terus berkumandang di tengah-tengah aksi mahasiswa. Kali ini, ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Komite Rakyat Melawan menggelar mimbar demokrasi di halaman kampus Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur.
Menariknya, para mahasiswa yang berpartisipasi dalam aksi tersebut tampak memakai topeng Guy Fawkes, sebuah simbol perlawanan terhadap kekuasaan. Dalam mimbar demokrasi ini, para aktivis mahasiswa mengecam keras kebijakan pemerintah terkait penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu.
Koordinator aksi, Refinaya, dengan tegas menyampaikan ketidakpuasan mereka terhadap ketidakseriusan pemerintah dalam menangani kasus-kasus pelanggaran HAM berat. "Rezim saat ini tidak pernah serius menyelesaikan menyelesaikan kasus pelanggaran HAM Berat masa lalu. Omong kosong," ungkapnya dalam keterangan tertulis seperti yang dilansir dari Suara.com media partner afederasi.com, Jumat (15/12/2023).
Menurut Refinaya, rezim saat ini justru terlihat lebih fokus pada pembangunan kekuasaan dan dianggap tidak menyelesaikan tuntutan masyarakat terkait pelanggaran HAM. Ia berpendapat bahwa negara kini dikuasai oleh oligarki yang memanfaatkan kekayaan untuk mengendalikan hukum melalui intimidasi dan penyuapan, yang pada akhirnya hanya merugikan rakyat sendiri.
"Apa guna punya ilmu tinggi kalau hanya untuk membodohi apa guna banyak baca buku kalau mulut engkau bungkam mulu. Di mana-mana moncong senjata berdiri gagah, kongkalikong dengan kaum cukong. Di desa-desa rakyat dipaksa menjual tanah tapi, tapi, tapi, tapi dengan harga murah," papar Refinaya, mencermati kondisi pemerintahan saat ini.
Melalui mimbar demokrasi ini, para mahasiswa tidak hanya menyampaikan aspirasi lewat orasi, tetapi juga melibatkan seni dengan membacakan puisi 'Apa Guna' karya Wiji Thukul. Puisi tersebut dengan tajam mencerminkan keadaan pemerintahan yang dianggap tidak memenuhi kebutuhan dan keadilan bagi rakyatnya.(mg-3/mhd)
What's Your Reaction?


