100 Pelajar Menjadi “Penerus Api Revolusi” Lewat Tur Literasi Kebangsaan

Blitar, (afederasi.com) - Di tengah derasnya arus digital dan polarisasi identitas, dua kota di Jawa Timur—Surabaya dan Blitar mengambil langkah berani: membentuk kembali semangat kebangsaan generasi muda lewat napak tilas sejarah. Sebanyak 100 pelajar SMA/SMK se-Jawa Timur mengikuti program kolaboratif “Tur Literasi dan Ziarah Kebangsaan” yang digelar selama dua hari, dengan puncak acara berlangsung di kompleks Makam Bung Karno, Blitar, Minggu (29/6/2025).
Program ini bukan sekadar perjalanan studi. Ia adalah rangkaian dialog lintas generasi, ziarah penuh makna, dan penguatan literasi sejarah sebagai perisai bangsa. Dua wali kota, Eri Cahyadi (Surabaya) dan Syauqul Muhibbin atau Mas Ibin (Blitar), memimpin langsung proses transformasi ini.
Perjalanan dimulai di Surabaya. Para peserta mengunjungi Rumah Kelahiran Bung Karno dan SDN Sulung, tempat Sang Proklamator menimba ilmu. Di sana, mereka diajak memahami bahwa pemikiran revolusioner Bung Karno berakar dari ruang-ruang sederhana namun penuh cita-cita kebangsaan.
Hari kedua membawa para pelajar ke Blitar, kota tempat Bung Karno beristirahat dalam damai. Di kompleks makam, mereka mengikuti ziarah kebangsaan, lalu mengeksplorasi Istana Gebang—rumah keluarga Bung Karno yang kini menjadi pusat edukasi sejarah. Tur ditutup dengan kunjungan ke sentra produk lokal, menekankan pentingnya kemandirian ekonomi sebagai bagian dari Trisakti.
“Kami ingin pemuda paham bahwa perjuangan Bung Karno dimulai dari ruang sempit di Surabaya hingga mengguncang dunia,” ujar Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi.
Di Istana Gebang, Wali Kota Blitar Mas Ibin membuka dialog reflektif bersama para pelajar. Ia menekankan bahwa di era digital, pemikiran Bung Karno soal kebhinekaan dan keadilan sosial menjadi kompas penting menghadapi ancaman disintegrasi dan hoaks.
“Beliau mengajarkan: bangsa ini milik semua golongan. Di tengah ancaman perpecahan, nilai ini harus jadi kompas kalian,” tegas Mas Ibin.
Pernyataan itu diamini oleh Eri Cahyadi yang menambahkan, literasi sejarah adalah benteng utama melawan kebencian dan kebodohan digital.
Tak ingin berhenti sebagai kunjungan simbolis, kedua pemimpin daerah memberi tugas konkret kepada peserta:
1. Membentuk klub diskusi kebangsaan di sekolah masing-masing.
2. Menulis esai reflektif tentang penerapan nilai-nilai Bung Karno dalam isu kontemporer, seperti lingkungan, inklusi sosial, dan digitalisasi demokrasi.
“Tur ini hanya pembuka. Kami sedang siapkan Festival Literasi Kebangsaan tahunan antar-daerah,” ungkap Mas Ibin.
Dalam kesepakatan strategis, Surabaya dan Blitar menetapkan arah kerja sama jangka panjang untuk memperkuat peran Blitar sebagai episentrum ideologi Bung Karno, melalui:
Pertukaran pelajar lintas kota untuk revitalisasi situs sejarah.
Penyusunan modul integratif sejarah–kewarganegaraan bagi pelajar.
Diplomasi budaya antardaerah, dengan Blitar sebagai tuan rumah agenda nasional.
“Di sini, sejarah bukan monumen mati. Ia bahan bakar untuk membentuk karakter pemimpin masa depan,” ujar Eri Cahyadi menutup sesi dialog.
Acara ditutup dengan penyematan pin “Penerus Api Revolusi” kepada perwakilan pelajar. Dengan kepala tegak dan mata berbinar, mereka kembali ke kota masing-masing membawa tanggung jawab baru: menjadi duta literasi kebangsaan, menjaga nyala ide Bung Karno agar tetap relevan dan membumi di masa depan. (adv/ang)
What's Your Reaction?






