Produksi Matoa Naik 50 Persen
Jombang, (afederasi.com) - Musim panen kembali membawa berkah ekonomi bagi para petani di Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang. Setelah durian bido lebih dulu menjadi ikon, kini giliran buah matoa yang naik daun dan menunjukkan potensi ekonomi yang menjanjikan. Hasil panen tahun ini dilaporkan meningkat signifikan dengan kualitas yang lebih unggul.
Heri Susanto, seorang petani matoa asal Dusun Pucangrejo, Desa Wonosalam, membenarkan hal tersebut. Ia menyebut tahun 2025 sebagai puncak produksi (peak season) dengan hasil yang melimpah ruah.
"Alhamdulillah, tahun ini panen sangat melimpah. Jika tahun lalu hasilnya di bawah lima kwintal, sekarang bisa mencapai satu ton lebih," ujar Heri, Selasa (11/11/2025).
Menurut Heri, kunci keberhasilan panen tahun ini adalah kondisi cuaca yang stabil. Berbeda dengan kekhawatiran banyak pihak, cuaca ekstrem yang sempat terjadi justru tidak banyak mengganggu pertumbuhan matoa Wonosalam.
"Cuaca sekarang malah bagus untuk matoa. Dulu satu pohon paling hanya menghasilkan 100 kilogram, sekarang bisa mencapai lebih dari 200 kilogram. Artinya, terjadi peningkatan produksi sekitar 50 persen," jelasnya dengan penuh semangat.
Heri juga membeberkan strategi perawatan. Panen buah matoa di wilayah lereng Gunung Anjasmoro ini umumnya bisa dilakukan hingga tiga kali setahun, dengan puncaknya pada November hingga Desember.
Untuk menjaga kualitas, setiap dompol buah dibungkus dengan jaring khusus. Cara ini efektif melindungi dari serangan hama dan memudahkan proses pemanenan.Dari segi harga, matoa menawarkan nilai jual yang tinggi. Harga di pasaran bervariasi, mulai dari Rp 20.000 hingga Rp 35.000 per kilogram, tergantung kualitas.
"Untuk matoa super dengan ukuran besar dan rasa manis sempurna, harganya bisa mencapai Rp 35.000 per kilo. Sedangkan untuk kualitas biasa, dijual mulai Rp 20.000," tambah Heri.
Buah yang memiliki cita rasa unik, perpaduan antara rambutan, leci, dan durian ini, tidak hanya diminati pasar lokal. Matoa asal Jombang kini telah menjangkau pasar regional seperti Surabaya, Sidoarjo, dan bahkan nasional seperti Jakarta.Penjualan dilakukan secara langsung kepada wisatawan yang datang maupun melalui kerja sama dengan reseller dari luar kota.
Meski hasilnya menggembirakan, budidaya matoa tidak lepas dari tantangan. Cuaca ekstrem yang berkepanjangan tetap menjadi ancaman. Untuk mengantisipasinya, para petani menerapkan pemupukan berkala dengan komposisi yang tepat, didominasi pupuk organik.
"Kunci utamanya ada di perawatan dan pemupukan yang tepat. Jika musim panas terlalu panjang, hasilnya memang bisa terdampak. Karena itu, kesehatan tanah harus selalu dijaga," pungkas Heri.
Keunikan rasa matoa juga menjadi daya tarik sendiri bagi wisatawan. Sania Nur Aini (23), seorang pengunjung asal Kediri, mengaku sengaja datang untuk mencoba buah yang berasal dari Papua namun tumbuh subur di Jombang ini.
"Rasanya unik, seperti campuran rambutan, leci, dan durian. Enak banget, dan ini adalah pertama kalinya saya mencoba matoa segar langsung dari kebun," ungkapnya usai membeli beberapa kilogram.
Dengan produksi yang meningkat, harga yang stabil, dan pasar yang terus meluas, matoa semakin mengukuhkan diri sebagai komoditas buah unggulan baru yang menggiurkan dari Bumi Jombang, mendampingi sang legenda, durian bido.(san)
What's Your Reaction?


