Pegiat Sejarah Peringatkan Bahaya Lupa Sejarah:
Jombang, (afederasi.com) – Di tengah gempuran arus informasi dan kehidupan modern yang serba instan, ingatan kolektif bangsa Indonesia terhadap sejarah perjuangannya dinilai kian memudar. Kondisi ini, jika dibiarkan, dikhawatirkan akan membuat bangsa kehilangan jati diri dan kompas moral dalam menghadapi tantangan zaman.
Peringatan ini disampaikan oleh Kushartono, Pegiat Sejarah dan Ketua Harian Situs Ndalem Pojok Wates Kediri. Ia menegaskan bahwa kemerdekaan yang dinikmati hari ini bukanlah given, melainkan hasil dari sebuah perjuangan panjang yang penuh pengorbanan.
"Sering kali kita menganggap kemerdekaan sebagai sesuatu yang sudah seharusnya ada, seperti udara. Padahal, ‘merdeka’ bukan kata yang lahir dari ruang kosong. Dari Pertempuran 10 November di Surabaya, Palagan Ambarawa, hingga Bandung Lautan Api — semua menjadi saksi bahwa kemerdekaan Indonesia direbut, bukan diberi," tegas Kushartono.
Kushartono memaparkan bahwa nilai-nilai patriotisme, pantang menyerah, dan persatuan yang lahir dari kancah perjuangan adalah fondasi berdirinya bangsa. Melupakan sejarah, menurutnya, sama dengan memutus akar yang menopang pohon kebangsaan Indonesia.
"Yang mengkhawatirkan, generasi muda kini sering hafal segala tren digital, tetapi asing dengan kisah Bung Tomo atau Pertempuran Lima Hari di Semarang. Ketika sejarah tidak lagi dikenal, bangsa kehilangan memori perjuangan. Dan ketika memori itu pudar, semangat kepahlawanan perlahan mati," ujarnya, Senin (10/11/2025).
Sebagai pengelola Situs Ndalem Pojok Wates, Kushartono menekankan bahwa situs-situs bersejarah bukan sekadar bangunan tua, melainkan ruang kelas hidup untuk menanamkan nilai-nilai kebangsaan.
"Di situs seperti Ndalem Pojok Wates Kediri, semangat kebangsaan Bung Karno muda dulu ditempa. Jika kita abai, bukan hanya bangunannya yang hancur, tapi juga ingatan kolektif kita," tegasnya.
Ia juga menekankan bahwa melestarikan sejarah adalah tanggung jawab semua pihak, dimulai dari lingkungan keluarga. "Pendidikan sejarah yang sejati dimulai dari rumah. Orang tua bisa bercerita, mengajak anak ke museum, atau menonton film sejarah bersama. Dari situlah cinta tanah air tumbuh," jelas Kushartono.
Kushartono menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa Peringatan Hari Pahlawan harus menjadi refleksi, bukan sekadar seremoni. Ia juga mengingatkan frasa "Atas Berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa" dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai pengingat bahwa kemerdekaan adalah anugerah yang menuntut tanggung jawab.
"Sejarah perjuangan pahlawan adalah energi yang menggerakkan kita untuk tidak mudah menyerah. 'Jangan lupakan sejarah!' bukan sekadar slogan Bung Karno, tetapi peringatan abadi.
Dengan memahami masa lalu, kita membangun masa depan yang lebih kuat, bijak, dan beriman. Bangsa yang menghormati pahlawannya adalah bangsa yang tahu cara menjaga kemerdekaannya," pungkas Kushartono. (san)
What's Your Reaction?


