MKMK Mendalami Dugaan Pelanggaran Etik Hakim Konstitusi: Sorotan pada Pemeriksaan dan Reaksi Publik
MKMK (Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi) telah mengambil langkah serius dalam menghadapi dugaan pelanggaran etik oleh hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menjelang Pilpres 2024.
Jakarta, (afederasi.com) - MKMK (Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi) telah mengambil langkah serius dalam menghadapi dugaan pelanggaran etik oleh hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menjelang Pilpres 2024. Salah satu sorotan utama adalah laporan yang diajukan oleh sembilan hakim MK terkait kasus dugaan pelanggaran kode etik. Pada Jumat, 3 November 2023, MKMK telah melaksanakan pemeriksaan terhadap hakim terlapor. Pemeriksaan ini berkaitan dengan putusan syarat batas usia calon presiden dan calon wakil presiden yang telah diputuskan pada 16 Oktober 2023.
Selama pemeriksaan, Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie, menemukan berbagai masalah terkait kode etik yang menjadi perhatian. Jimly mengungkapkan beberapa dugaan masalah yang harus dihadapi hakim konstitusi. Salah satunya adalah hubungan kekerabatan antara Ketua MK, Anwar Usman, dengan Gibran Rakabuming, yang merupakan paman dari Presiden Jokowi. Hal ini menjadi sorotan publik karena menciptakan potensi konflik kepentingan. Dugaan pelanggaran etik ini melibatkan Anwar Usman dalam memutus dan memeriksa perkara, yang seharusnya sesuai dengan Pasal 17 ayat (5) dan (6) UU Kekuasaan Kehakiman.
Anwar Usman juga menjadi sorotan karena pernah memberikan kuliah umum di Universitas Islam Sultan Agung, Semarang, di mana ia membahas tentang pemimpin muda dan gugatan batas usia calon presiden/calon wakil presiden. Pernyataan tersebut disampaikan di luar persidangan, yang menuai kontroversi. Anwar Usman membicarakan contoh sejarah, seperti Nabi Muhammad dan Muhammadd al-Fatih, dalam konteks usia pemimpin yang masih muda.
MKMK juga menemukan kejanggalan terkait administrasi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang digugat oleh Almas Tsaqib Birru Re A. Perkara ini sempat ditarik namun kemudian batal dicabut, diduga atas perintah pimpinan. Selain itu, terdapat kebingungan terkait dokumen perbaikan permohonan yang tidak ditandatangani oleh kuasa hukum maupun Almas sendiri. Jimly Asshiddiqie memberikan klarifikasi terkait dokumen tersebut.
Anwar Usman telah bersumpah atas nama Allah bahwa ia tidak hadir dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) sebelum memutuskan perkara 29-51-55/PUU-XXI-2023. Namun, Jimly Asshiddiqie sebelumnya mengungkapkan adanya dugaan kebohongan terkait kehadiran Anwar Usman dalam RPH. Dalam RPH yang memutuskan perkara 29-51-55/PUU-XXI-2023, Anwar Usman tidak hadir, namun dalam RPH yang membahas perkara 90-91/PUU-XXI-2023, Anwar menghadirinya. Hal ini menciptakan pertanyaan serius mengenai kebenaran alasan yang diberikan oleh Anwar Usman.
Jimly Asshiddiqie juga mencatat bahwa pelapor dissenting opinion, yaitu Saldi Isra dan Arif Hidayat, lebih banyak melibatkan opini dalam permasalahan internal MK. Menurutnya, hal ini menunjukkan ketidakpuasan mereka terhadap situasi dalam MK dan tercermin dalam pendapat hukum yang mereka sampaikan.
Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia telah menilai adanya upaya pembiaran delapan hakim konstitusi lain terhadap Anwar Usman, yang turut memutuskan perkara meski terdapat potensi konflik kepentingan. Hal ini menggambarkan kompleksitas kasus ini.
Anwar Usman juga diduga menghambat pembentukan MKMK permanen yang seharusnya sudah ada sejak 2021 atau setelah revisi UU MK dilakukan pada 2020. Hingga saat ini, MKMK masih bersifat ad hoc, dan ini menjadi salah satu isu penting yang harus dihadapi.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, juga memberikan reaksi terhadap kasus ini. Ia mengungkapkan bahwa ia pernah merasa sedih dan malu dengan MK dalam beberapa tahun terakhir. Namun, setelah MKMK mengeluarkan putusan tentang pelanggaran etik hakim konstitusi, ia kembali merasa bangga dengan MK sebagai "guardian of constitution." Reaksi Mahfud MD menggambarkan kompleksitas dan seriusnya situasi ini dalam dunia perpolitikan Indonesia.(mg-3/jae)
What's Your Reaction?


