Jakarta, (afederasi.com) - Kabut tebal dan bau tidak sedap kembali menyelimuti kawasan Jabodetabek dalam beberapa pekan terakhir. Masyarakat semakin prihatin dengan tingkat polusi udara yang semakin meningkat, menciptakan kekhawatiran baru terkait dampak kesehatan dan lingkungan.
Pernyataan kontroversial Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar dari tahun 2021 kembali mencuri perhatian. Dalam sebuah wawancara eksklusif, Siti Nurbaya memberikan klarifikasi terkait pernyataannya yang mendukung tindakan deforestasi untuk mendukung proyek-proyek pembangunan.
"Perlu saya tegaskan bahwa pandangan saya telah berkembang sejak saat itu. Lingkungan dan pembangunan harus berjalan seimbang, dan saya mendukung upaya-upaya pelestarian hutan serta pengurangan emisi karbon," tegas Menteri Siti dalam wawancara tersebut.
Terkait hal ini, publik merasa perlu adanya kesesuaian antara pandangan menteri dan komitmen negara dalam menjaga keberlanjutan lingkungan. Komentar dari berbagai kalangan pun menggema di media sosial, mengingat pentingnya menjaga keselarasan antara pembangunan dan perlindungan lingkungan.
Media internasional turut mengamati perubahan pandangan Menteri Siti Nurbaya Bakar. BBC dalam sebuah artikel mendetailkan transformasi pandangan menteri terhadap isu lingkungan dan pembangunan. Langkah-langkah konkret apa yang akan diambil oleh pemerintah Indonesia guna memastikan keseimbangan ini menjadi sorotan utama dalam diskusi global.
The Canberra Times dari Australia juga memberitakan tentang perubahan sikap menteri terkait deforestasi dan komitmen internasional. Perbandingan antara pernyataan Menteri Siti dan janji Presiden Jokowi di panggung internasional menimbulkan pertanyaan tentang arah kebijakan lingkungan yang akan diambil oleh pemerintah Indonesia.
Namun, tantangan nyata dalam menjaga kualitas udara di Jabodetabek tidak hanya berasal dari perdebatan mengenai pembangunan dan lingkungan. Masyarakat juga tengah mengangkat isu mengenai sumber utama polusi udara di wilayah tersebut.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) menanggapi klaim baru-baru ini yang menyatakan bahwa Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) adalah penyebab utama dari masalah polusi udara. Menteri Siti Nurbaya Bakar menegaskan hasil studi yang menyatakan bahwa kendaraan bermotor tetap menjadi penyumbang utama polutan udara.
"Dalam kajian yang kami lakukan, data menunjukkan bahwa kontribusi kendaraan bermotor terhadap polusi udara lebih besar daripada kontribusi dari PLTU," ungkap Menteri Siti dalam sebuah konferensi pers.
Kajian yang dilakukan oleh Kementerian LHK menunjukkan bahwa meskipun ada keprihatinan terhadap dampak polusi dari beberapa PLTU, namun bukti ilmiah menunjukkan bahwa polutan yang dihasilkan tidak signifikan bergerak ke wilayah Jabodetabek.
Namun, sebagai tanggapan terhadap perdebatan ini, Presiden Jokowi telah memerintahkan adanya penelitian lebih lanjut terhadap berbagai sumber polusi udara, termasuk pembangkit listrik individu yang tersebar di sejumlah lokasi.
Dengan berbagai pandangan yang saling berbenturan dan upaya untuk mengatasi masalah polusi udara yang semakin mendesak, tugas pemerintah dan masyarakat dalam menjaga kualitas udara serta menjaga keseimbangan antara pembangunan dan lingkungan semakin menjadi fokus utama. (mg-2/jae)