Kontroversi Kasus Anwar Usman: Penolakan Terhadap Rencana Keputusan MKMK

Nama Anwar Usman tengah menjadi pusat perdebatan hukum yang menarik perhatian publik. Petrus Selestinus, Koordinator Perekat Nusantara dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), salah satu pelapor Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman, mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap rencana Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) untuk mengeluarkan keputusan terkait dugaan pelanggaran etik hakim pada tanggal 7 November 2023.

01 Nov 2023 - 10:51
Kontroversi Kasus Anwar Usman: Penolakan Terhadap Rencana Keputusan MKMK
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie (kiri) bersama anggota MKMK Bintan R. Saragih (kanan) saat memimpin sidang pendahuluan dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi di Gedung MK, Jakarta, Selasa (31/10/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]

Jakarta, (afederasi.com) - Nama Anwar Usman tengah menjadi pusat perdebatan hukum yang menarik perhatian publik. Petrus Selestinus, Koordinator Perekat Nusantara dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), salah satu pelapor Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman, mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap rencana Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) untuk mengeluarkan keputusan terkait dugaan pelanggaran etik hakim pada tanggal 7 November 2023.

Keberatan tersebut muncul karena MKMK memiliki batas waktu satu bulan hingga 24 November 2023 untuk melakukan penyelidikan dan pengadilan dalam kasus ini. Petrus meyakini bahwa batas waktu tersebut tidak memberikan kesempatan yang cukup bagi pihak pelapor untuk membuktikan klaim mereka dengan lengkap.

"Ibaratnya, setelah Mahkamah Konstitusi terguncang oleh kontroversi, sekarang tampaknya ada upaya untuk melemahkan MKMK. MKMK tampaknya kehilangan kemandirian dan kini dipengaruhi oleh proses politik, bahkan dari Istana," ungkap Petrus pada Rabu (1/11/2023) seperti yang dilansir dari Suara.com media partner afederasi.com.

Kasus yang dikenal sebagai "skandal nepotisme Anwar Usman," yang kini mengguncang MK, seharusnya dijadikan titik balik untuk meningkatkan penegakan hukum. Terutama, mengingat situasi saat ini di MK, faktor nepotisme telah merusak fondasi lembaga kehakiman yang mandiri dan adil, sesuai dengan keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa, lanjutnya.

Ia juga meminta Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie, untuk mengkaji dan mengadili dugaan pelanggaran etik oleh hakim konstitusi yang mungkin dipengaruhi oleh tahapan Pemilu 2024 yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Keputusan MKMK

Sebelumnya, Jimly mengungkapkan bahwa MKMK akan segera mengeluarkan keputusan terkait dugaan pelanggaran etik dan pedoman perilaku hakim konstitusi. Kasus yang terkait dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 90/PUU-XXI/2023 ini direncanakan akan diumumkan pada tanggal 7 November 2023.

"Tanggal 8 November merupakan batas terakhir untuk perubahan pasangan calon presiden, begitu kan. Kami telah mendiskusinya. Kesimpulan dari diskusi tersebut adalah kami akan memenuhi permintaan tersebut," kata Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie, di Gedung MK, Jakarta Pusat, pada Senin (30/10/2023) seperti yang dilansir dari Suara.com media partner afederasi.com.

Selain itu, Jimly juga menekankan bahwa keputusan yang cepat ini diperlukan untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan dalam situasi politik saat ini.

"Keputusan ini juga penting untuk memastikan bahwa masyarakat politik kita mendapatkan kepastian hukum dan keadilan," ujar Jimly seperti yang dilansir dari Suara.com media partner afederasi.com.

Ia juga mengakui bahwa rencana pengumuman keputusan ini mendorong mereka untuk melakukan sidang lebih cepat, sambil tetap mematuhi prinsip kehati-hatian dalam mengambil keputusan.

"Sebenarnya, ini sudah cukup cepat. Tugas kami adalah 30 hari, tetapi beberapa pihak mungkin akan menganggap bahwa kami sengaja memperlambat proses ini," tambah Jimly seperti yang dilansir dari Suara.com media partner afederasi.com.

Perlu diketahui bahwa MK membentuk MKMK secara ad hoc karena adanya sejumlah laporan terkait batas usia calon presiden dan calon wakil presiden.

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyatakan bahwa mereka telah menerima beberapa laporan terkait keputusan tersebut, dan sembilan hakim konstitusi menjadi terlapor.

"Isi laporan yang mereka ajukan adalah dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim," kata Enny di Gedung MK, Jakarta Pusat, pada Senin (23/10/2023) seperti yang dilansir dari Suara.com media partner afederasi.com.

Oleh karena itu, pembentukan MKMK dinilai perlu untuk mengkaji dan mengadili hakim konstitusi yang diduga melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim.

Hanya untuk informasi, laporan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim ini diajukan oleh sejumlah pihak karena Mahkamah Konstitusi telah menerima sebagian gugatan dalam kasus 90/PUU-XXI/2023.

Dalam keputusan tersebut, MK memperbolehkan individu di bawah usia 40 tahun untuk mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden jika mereka pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah melalui pilkada.

"Kami mengabulkan sebagian permohonan pemohon. Kami menyatakan bahwa Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu nomor 182, lembaran negara nomor 6109, yang menyatakan bahwa usia minimum adalah 40 tahun, bertentangan dengan UUD RI 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat selama tidak dimaknai sebagai usia minimum 40 tahun atau pernah/masih memiliki jabatan yang dipilih melalui Pemilu, termasuk pemilihan kepala daerah," ungkap Ketua MK, Anwar Usman, pada Senin (16/10/2023) seperti yang dilansir dari Suara.com media partner afederasi.com.

Salah satu pertimbangan hakim Konstitusi untuk menerima permohonan ini adalah karena banyak pemimpin muda yang telah ditunjuk dalam jabatan pemerintahan.

Keputusan ini telah memicu reaksi publik yang signifikan karena dianggap membuka jalan bagi keponakan Anwar, yaitu Gibran Rakabuming Raka, untuk menjadi calon wakil presiden.

Lebih lanjut, seorang mahasiswa asal Surakarta, Almas Tsaibbirru Re A, yang mengajukan permohonan dalam kasus ini, melihat Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka sebagai pemimpin ideal bagi bangsa Indonesia untuk periode 2020-2025.

Dia meyakini bahwa selama kepemimpinannya, Gibran berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Surakarta sebanyak 6,23%, meskipun awalnya terjadi penurunan sebesar 1,74% saat pertama kali menjabat sebagai Wali Kota Surakarta.

Selain itu, pemohon ini melihat Wali Kota Surakarta sebagai sosok yang memiliki pengalaman dalam membangun dan memajukan Surakarta dengan kejujuran, moralitas yang kuat, serta ketaatan dan pengabdian kepada kepentingan rakyat dan negara. (mg1/mhd)

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow