Kontroversi Jeratan Hukum Ronald Tannur dalam Kasus Dini Sera Afrianti: Penganiayaan vs. Pembunuhan Berencana

Ronald Tannur, anak anggota DPR Edward Tannur, mendapati dirinya terjerat dalam kasus hukum yang mengejutkan.

11 Oct 2023 - 12:50
Kontroversi Jeratan Hukum Ronald Tannur dalam Kasus Dini Sera Afrianti: Penganiayaan vs. Pembunuhan Berencana
Tersangka Gregorius Ronald Tannur di Polrestabes Surabaya, Jawa Timur, Jumat (6/10/2023). ANTARA/Didik Suhartono/aa.

Jakarta, (afederasi.com) - Ronald Tannur, anak anggota DPR Edward Tannur, mendapati dirinya terjerat dalam kasus hukum yang mengejutkan. Ia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kematian seorang perempuan bernama Dini Sera Afrianti. Jeratan hukum yang menimpa Ronald Tannur adalah pasal penganiayaan, tepatnya pasal 351 dan 359 KUHP tentang penganiayaan.

Tindakan hukum yang diambil oleh aparat penegak hukum ini menuai kontroversi dan perdebatan di tengah masyarakat. Banyak yang berpendapat bahwa seharusnya pria berusia 31 tahun ini juga dikenai pasal pembunuhan berencana. Perbedaan jeratan antara pasal penganiayaan dan pasal pembunuhan berencana akan memengaruhi tingkat hukuman yang mungkin akan dijatuhkan kepada Ronald Tannur.

Perbedaan esensial antara pasal pembunuhan berencana dan pasal penganiayaan menjadi sorotan utama dalam kasus Ronald Tannur. Pasal pembunuhan berencana, diatur dalam Pasal 340 KUHP, menyatakan bahwa siapa pun yang dengan sengaja dan rencana merampas nyawa orang lain akan dihadapkan pada pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau maksimal 20 tahun penjara.

Sementara itu, dalam pasal penganiayaan, hukuman yang paling lama yang bisa diterapkan kepada Ronald Tannur adalah kemungkinan maksimal 7 tahun penjara. Ini didasarkan pada isi Pasal 351 KUHP, yang membagi penganiayaan menjadi beberapa kategori hukuman berdasarkan tingkat keparahan:

1. Penganiayaan ringan diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau pidana denda maksimal Rp4,5 juta.
2. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah akan dihadapkan pada pidana penjara paling lama 5 tahun.
3. Jika penganiayaan mengakibatkan kematian, hukuman yang bisa diberikan adalah pidana penjara paling lama 7 tahun.
4. Penganiayaan juga mencakup perbuatan sengaja merusak kesehatan.
5. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dikenakan pidana.

Pasal 359 KUHP juga digunakan dalam kasus ini, yang menyatakan bahwa seseorang yang disebabkan mati akibat kelalaian bisa dikenakan pidana penjara paling lama lima tahun.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) memberikan definisi lebih rinci tentang penganiayaan. Dalam KUHP, penganiayaan terbagi menjadi dua, yaitu penganiayaan ringan dan berat.

Penganiayaan ringan, sebagaimana diatur dalam Pasal 352 KUHP, mengacu pada tindakan penganiayaan yang tidak sampai membuat korban menjadi sakit atau terhalang untuk melakukan kegiatan sehari-hari.

Sementara itu, penganiayaan berat, yang dijelaskan dalam Pasal 354 KUHP, mengharuskan pelaku memiliki niat untuk melukai berat korban. Artinya, luka berat harus menjadi tujuan utama pelaku. Jika tidak ada niat untuk melukai berat, dan luka berat hanya merupakan akibat dari tindakan tersebut, maka perbuatan tersebut dikategorikan sebagai penganiayaan biasa yang dapat mengakibatkan luka berat, sebagaimana diatur dalam Pasal 351 ayat (2) KUHP.

Dengan demikian, dalam kasus penganiayaan, yang harus diperhatikan adalah apakah tindakan tersebut mengakibatkan rasa sakit yang cukup parah sehingga korban tidak dapat melakukan pekerjaannya atau aktivitas sehari-hari dengan baik.

Kasus Ronald Tannur dan tindakan hukum yang diambil terhadapnya akan terus menjadi pusat perhatian masyarakat, sementara debat tentang jeratan hukum yang seharusnya diterapkan terus bergulir di ranah hukum dan sosial. (mg-3/jae)

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow