Ketergantungan Impor: Tantangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan di Indonesia

Industri farmasi dan alat kesehatan di Indonesia masih sangat tergantung pada impor dari negara lain, mulai dari bahan baku hingga teknologi.

08 Dec 2023 - 13:45
Ketergantungan Impor: Tantangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan di Indonesia
Ilustrasi alat kesehatan. (Shutterstock)

Jakarta, (afederasi.com) - Industri farmasi dan alat kesehatan di Indonesia masih sangat tergantung pada impor dari negara lain, mulai dari bahan baku hingga teknologi.

Menurut Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan, Dr. DRA. Lucia Rizka Andalucia M.Pharm, MARS, situasi ini semakin diperparah selama masa pandemi, di mana Indonesia menghadapi kesulitan dalam memenuhi kebutuhan obat, alat kesehatan, dan bahkan oksigen. Dalam keterangannya, beliau menekankan pentingnya memperkuat kemandirian dalam sektor kesehatan.

Menyikapi tantangan tersebut, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berkomitmen menjalankan transformasi kesehatan dengan enam pilar utama. Transformasi tersebut mencakup layanan primer, layanan rujukan, Sumber Daya Manusia (SDM), ketahanan kesehatan, pembiayaan, dan sistem digital.

Dr. Lucia Rizka menekankan pentingnya menjadikan pelayanan kesehatan primer lebih utama dan melihatnya sebagai langkah lebih dari sekadar pengobatan. Beliau juga memproyeksikan pertumbuhan kebutuhan alat kesehatan sekitar 12% pada tahun 2023.

"Pelayanan kesehatan primer menjadi lebih utama dari sekedar mengobati. Kebutuhan akan kesehatan di tanah air akan tumbuh. Paling tidak kebutuhan alat kesehatan juga bisa tumbuh sekitar 12% di tahun 2023," ujar Dr. Lucia Rizka seperti yang dilansir dari Suara.com media partner afederasi.com.

Meskipun terdapat komitmen untuk meningkatkan kemandirian, kondisi pertumbuhan ini masih dihadapkan pada tantangan suplai alat kesehatan. Dr. Lucia mengungkapkan bahwa sekitar 70 persen alat kesehatan di Indonesia masih bergantung pada impor. Beliau juga mencatat bahwa investasi negara untuk riset kesehatan masih rendah, hanya mencapai 0,2 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Melihat kebutuhan yang tinggi dan dominasi impor, STEI-ITB dan PT Selaras Citra Nusantara Perkasa Tbk (SCNP) berkolaborasi untuk melakukan riset dan pengembangan alat kesehatan (AKD) bernama NIVA (Non-Invasive Vascular Analyzer). Produk ini diharapkan dapat menjadi alternatif dalam mendukung kemandirian alat kesehatan di Indonesia.

NIVA (Non-Invasive Vascular Analyzer) berhasil meraih izin edar alat kesehatan dalam negeri dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Penerbitan izin edar pada Maret 2023 lalu melalui PT. Selaras Citra Nusantara Perkasa, Tbk (SCNP) menjadikan NIVA sebagai AKD pertama yang resmi digunakan di Indonesia. Langkah ini diharapkan dapat membuka pintu bagi inovasi lokal lainnya untuk mendukung kemandirian alat kesehatan di tanah air.

Data dari situs BPJS Kesehatan menunjukkan bahwa penyakit jantung dan pembuluh darah tetap menjadi penyebab kematian utama. Penyakit kardiovaskular menjadi perhatian serius Pemerintah dalam aspek pembiayaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Diperlukan sinergi antara berbagai pihak di industri, didukung oleh Pemerintah, guna mewujudkan program kesehatan jantung dan pembuluh darah yang efektif serta berkontribusi pada penghematan anggaran.(mg-3/mhd)

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow