Gibran Rakabuming Raka Kembali Dihadapkan pada Gugatan MK Terkait Pasal 169 UU Pemilu

Aturan yang mengizinkan Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden (cawapres) kembali menjadi sorotan dalam gugatan baru di Mahkamah Konstitusi (MK).

04 Dec 2023 - 13:58
Gibran Rakabuming Raka Kembali Dihadapkan pada Gugatan MK Terkait Pasal 169 UU Pemilu
Gedung Mahkamah Konstitusi (suara.com/Peter Rotti)

Jakarta, (afederasi.com) - Aturan yang mengizinkan Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden (cawapres) kembali menjadi sorotan dalam gugatan baru di Mahkamah Konstitusi (MK).

Fathikatus Sakinah, Gunadi Rachmad Widodo, Hery Dwi Utomo, Ratno Agustio Hoetomo, dan Zaenal Mustofa, yang menjadi pemohon dalam perkara 148/PUU-XXI/2023, kembali menggugat Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Kuasa hukum pemohon, Sigit Nugroho Sudibyanto, menekankan pentingnya pengalaman dalam konteks pasangan calon presiden (capres) dan cawapres. Menurutnya, pengalaman tersebut seharusnya sudah melibatkan pemilihan umum, termasuk pemilihan gubernur. Dalam persidangan di Jakarta Pusat, Senin (4/12/2023), Sigit berpendapat bahwa seorang gubernur memiliki kedewasaan dan pengalaman lebih dibandingkan dengan bupati atau wali kota yang mencalonkan diri sebagai capres dan cawapres.

Dalam argumennya, Sigit juga mencatat adanya kritik terhadap calon wakil presiden yang berusia di bawah 40 tahun. Ia merujuk pada Wali Kota Surakarta, Gibran Rakabuming Raka, yang mencalonkan diri sebagai cawapres pada Pilpres 2024. Menurut Sigit, jika terpilih, hal ini dapat merugikan pemohon secara potensial. Sigit menegaskan bahwa pertimbangan tersebut muncul dari logika wajar dan bukan sebagai permohonan a quo.

Dalam persidangan tersebut, Hakim Konstitusi Saldi Isra meminta pemohon untuk membaca putusan MK nomor 141/PUU-XXI/2023. Putusan ini menjadi acuan, karena telah memeriksa dan mengadili permohonan serupa yang mempertanyakan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Mahkamah Konstitusi menegaskan keputusan terkait Pasal 169 UU Pemilu dalam perkara nomor 141/PUU-XXI/2023. Putusan ini dianggap telah berlaku sejak dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum dan bersifat final serta mengikat. Hakim konstitusi Enny Nurbaningsih menjelaskan bahwa MK tidak mengakui adanya sistem stelsel berjenjang, dan putusan MK sebagai badan peradilan konstitusi bersifat final.

MK menilai bahwa pelanggaran etika berat yang melibatkan eks Ketua MK Anwar Usman dalam penyusunan Putusan 90 tidak memungkinkan untuk disidangkan ulang dengan majelis hukum yang berbeda. Enny Nurbaningsih menekankan bahwa UU Kekuasaan Kehakiman dianggap lebih umum daripada UU MK, sehingga putusan MK dianggap bersifat final dan mengikat.

Sebelumnya, MK mengabulkan permohonan yang memperbolehkan orang yang berusia di bawah 40 tahun menjadi capres atau cawapres jika pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah melalui pilkada. Keputusan tersebut mendapatkan reaksi kontroversial karena dianggap membuka peluang bagi Gibran Rakabuming Raka, keponakan Anwar Usman, untuk menjadi cawapres. Argumen pemohon, seperti yang disampaikan mahasiswa Almas Tsaqibbirru Re A, juga menyoroti kinerja positif Gibran sebagai Wali Kota Surakarta.(mg-3/jae)

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow