Wariskan Seni Lokal, Dosen Unesa Dampingi Guru SD Watulimo Lestarikan Tari dan Karawitan Turonggo Yakso
Trenggalek, (afederasi.com) – Di tengah derasnya arus modernisasi, sekelompok dosen Universitas Negeri Surabaya (Unesa) terus berupaya menjaga napas budaya lokal. Melalui program Pengabdian kepada Masyarakat (PKM), tim dari Prodi Pendidikan Sendratasik FBS Unesa kembali menyambangi Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek, untuk melatih para guru seni budaya Sekolah Dasar dalam bidang tari dan karawitan khas daerah, Jaranan Turonggo Yakso.
Kegiatan tahun 2025 ini menjadi kelanjutan dari program yang telah digelar selama dua tahun berturut-turut. Pada 2023, tim PKM melatih guru-guru taman kanak-kanak dalam menciptakan tari anak-anak. Kemudian di tahun 2024, giliran siswa SD Negeri Ngembel yang mendapat pelatihan karawitan dan berhasil membawakan empat gending Manyar Sewu, Ayo Praon, Menthok-Menthok, dan Kupu Kuwi. Hasil pelatihan itu bahkan tampil memukau dalam pentas seni sekolah pada Juni 2024, yang disaksikan langsung oleh Kepala UPT Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kecamatan Watulimo.
“Semangat anak-anak dan apresiasi masyarakat begitu luar biasa. Mereka benar-benar menunjukkan kecintaan terhadap seni tradisional,” ungkap Dr. Eko Wahyuni Rahayu, ketua pelaksana PKM Unesa.
Watulimo sendiri dikenal sebagai wilayah dengan akar budaya “Mataraman” yang kental. Di sejumlah desa, kesenian Tayuban dan karawitan masih bertahan sebagai bagian dari kehidupan masyarakat. Melihat potensi tersebut, tim Unesa ingin memberdayakan para guru agar mampu menurunkan kecintaan pada seni tradisional kepada para siswa melalui pembelajaran yang lebih aplikatif.
“Sebagian besar guru seni di SD merupakan guru kelas yang tidak berlatar belakang pendidikan seni. Mereka mengenal Turonggo Yakso, tetapi kesulitan dalam mengajarkan gerak tari dan memainkan gamelan pengiringnya,” tutur Dr. Arif Hidajad, salah satu anggota tim PKM.
Padahal, hampir setiap sekolah di Watulimo memiliki perangkat gamelan yang bisa digunakan untuk pembelajaran karawitan. Melalui pelatihan ini, tim Unesa berupaya agar alat musik tradisional itu tak hanya menjadi pajangan di ruang seni, tetapi benar-benar dimanfaatkan untuk menghidupkan kembali semangat budaya lokal di sekolah-sekolah.
Tahun ini, materi pelatihan difokuskan pada pengenalan dan penguasaan tari serta gending Turonggo Yakso sebuah simbol kekuatan, keberanian, dan gotong royong masyarakat Trenggalek. Para dosen Unesa berharap, pelatihan ini tak hanya meningkatkan keterampilan guru, tetapi juga menumbuhkan rasa bangga terhadap warisan budaya daerah.
Menurut Dra. Jajuk Dwi Sasanadjati dan Dr. Setyo Yanuartuti, kegiatan ini juga dirancang untuk membantu guru-guru dalam mempersiapkan siswanya mengikuti Festival Lomba Seni dan Sastra Siswa Nasional (FLS2N) yang diselenggarakan setiap tahun oleh Kementerian Pendidikan.
“Lewat pelatihan ini, kami ingin guru-guru bisa menyiapkan materi ajar yang sesuai dengan potensi lokal. Dengan begitu, mereka tidak hanya mengajarkan seni, tapi juga menanamkan nilai budaya kepada generasi muda,” pungkas Dr. Eko Wahyuni.
Dengan semangat kebersamaan, lantunan gamelan dan gemulai tari Turonggo Yakso di Watulimo kini bukan sekadar warisan masa lalu, melainkan napas baru yang hidup kembali di ruang-ruang kelas sekolah dasar. (pb/dn)
What's Your Reaction?


