Serobot Lahan, Dua Orang Mafia Tanah Jadi Terdakwa

Banyuwangi, (afederasi.com) - Aksi penyerobotan lahan terjadi di Banyuwangi, terbongkar. Dua orang yang ditetapkan sebagai terdakwa antara lain, mantan Kepala Desa (Kades) Dadapan, Kecamatan Kabat, Banyuwangi, periode 1990, Mahfud Ali dan Ahmad Nadhir selaku pemohon pengajuan sertifikat hak milik (SHM) lahan.
Keduanya sebagai terdakwa dalam kasus tindak pidana pemalsuan surat atas tanah seluas 6.130 meter persegi, yang dilaporkan oleh Misari lantaran tumpang tindih dengan SHM milik Ahmad Nadhir.
Kasus tersebut, ditangani oleh Polda Jatim pada Juni 2019 lalu dan dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Banyuwangi pada awal tahun 2023 lalu.
Kemarin (29/3/2023) kasus tersebut, sudah masuk meja hijau Pengadilan Negeri Banyuwangi. Dua terdakwa dalam kasus tersebut, menjalani sidang secara virtual di Lapas Banyuwangi.
"Kasus tersebut, merupakan kasus pemalsuan surat yang ditangani Polda Jatim. Kami hanya melakukan proses persidangan sesuai berita acara pemeriksaan (BAP)," ujar Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri Banyuwangi, Mardiyono, Kamis (30/3/2023).
Mardiyono menjelaskan, jika dua terdakwa dalam kasus tersebut merupakan pemohon SHM dan mantan Kades pada tahun pembuatan sertifikat. Dalam pengajuan SHM itu, dilakukan pada tahun 1994 lalu.
"Dalam pengajuan sertifikat itu, diduga ada tumpang tindih dengan SHM milik korban. Sehingga, korban merasa kehilangan lahan milik," katanya.
Sementara itu, Kuasa Hukum Misari, Recky Bernandus Surup menjelaskan, jika lahan milik kliennya tersebut memiliki SHM nomor 273 yang diterbitkan pada tahun 1986. Namun pada tahun 2018, baru diketahui adanya tumpang tindih dengan sertifikat milik PT Mitra Buana Niaga yaitu Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) nomor 213.
"SHGB tersebut berdasarkan SHM nomor 448 dan nomor 449, yang mana dalam SHM nomor 448 tersebut milik Ahmad Nadhir dengan luas 7.690 meter persegi yang terletak saat ini dijadikan jalan masuk Perumahan Banyuwangi Regidence," terangnya.
Recky menegaskan, bahwa berdasarkan fakta yang diperoleh dalam pengajuan permohonan SHM tersebut menimbulkan perubahan luas yang melebihi atau berbeda dengan kebenaran data-data yang tercatat dalam buku kerawangan desa atau letter C Desa Dadapan.
"Ada penggelembungan luas yang tumpang tindih dengan lahan milik klien kami, makanya kami melaporkan aksi pemalsuan dan adanya dugaan mafia tanah tersebut," pungkasnya.(ron)
What's Your Reaction?






