Perjelas Batas Pengelolaan, Kelompok Perhutanan Sosial Tulungagung Audiensi ke BPKHTL Wilayah XI Yogyakarta
Tulungagung, (afederasi.com) - Kelompok Tani Hutan (KTH) Argo Makmur Lestari (AML) Desa Besole, Kecamatan Besuki melakukan audiensi ke BPKHTL (Balai Pengukuhan Kawasan Hutan dan Tata Lingkungan) Wilayah XI Yogyakarta pada, (24/3/2023).
Audiensi tersebut dilakukan dengan maksud memperjelas batas areal wilayah kerja mereka, yang mana pada saat ini ditemukan izin yang tumpang tindih.
Juru Bicara KTH Argo Makmur Lestari, Suyatno, menjelaskan, kali ini selain KTH Agro Makmur Lestari, ada Gabungan Kelompok Tani Hutan (Gapoktanhut) Kedungsari Banyuwangi yang melakukan audiensi kepada Kedua pemegang izin IPHPS (Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial), sebagai maksud untuk melaporkan kegiatan penandaan batas areal kerja mereka.
Sebelumnya, KTH Agro Makmur Lestari dan Gapoktanhut Kedungasri Banyuwangi yang didampingi lembaga Aliansi Relawan untuk Penyelamatan Alam (ARuPA) telah melakukan penandaan batas pada tanggal (7/1/2023) sampai (9/1/2023).
Pada tanggal tersebut KTH sudah memasang 230 patok luar dan memasang 10 papan informasi IPHPS, pemasangan ratusan patok dan informasi IPHPS juga sudah mendatangkan Cabang Dinas Kehutanan Wilayah Trenggalek dan Perhutani PW-3 Jombang.
Atas pemasangan patok ini, Gapoktanhut Kedungsari tidak menemukan persoalan dalam penandaan tapal batas, sedangkan KTH Argo Makkmur Lestari menemukan beberapa ijin pengelolaan yang masuk wilayah IPHPS yang dikelola oleh KTH,
Fakta dilapangan ditemukan adanya 5 izin yang tumpang tindih, termasuk izin Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Investor dengan Perhutani berupa Rintisan Wisata Pantai Coro. Melihat hal tersebut pihak KTH Argomakmur lestari meminta petunjuk dan arahan dari BPKHTL Wilayah XI Yogyakarta.
"Kegiatan penandaan di dalam kawasan hutan itu merupakan tugas dari BPKHTL, maka dari itu KTH AML audiensi dengan BPKHTL, dengan maksud meminta kejelasan wilayah kerja agar dapat mengelola kawasan dengan tenang dan nyaman tanpa ada sengketa di kemudian hari," jelas Suyanto, Senin (27/3/2023).
Sementara itu, Team dari BPKHTL Wilayah XI Yogyakarta, Dwijo menjelaskan, atas audiensi KTH AML, memerlukan waktu untuk mengkorscek data lapangan.
Secara teknis, tim dari BPKHTL akan melakukan supervisi kepada tim pelaksana lapangan, terkait adanya identifikasi temuan izin lain dilapangan ketika kegiatan penandaan batas oleh kelompok, pihaknya berjanji akan menindaklanjuti hal tersebut. BPKHTL akan mengkroscek data perizinan pada pemegang izin yang disampaikan KTH AML, apakah masih berlaku atau tidak.
“Akan dipastikan terlebih dahulu atas izin - izin tersebut, masih berlaku atau tidak, karena pastinya ada masa berlaku atas izin tersebut, apabila sudah tidak berlaku tetapi masuk dalam peta areal izin IPHPS KTH AML, maka secara otomatis adalah areal izinya IPHPS”, jelas Dwijo.
Dalam kesempatan yang sama BPKHTL kembali menegaskan bahwa pengesahan areal izin kelompok perhutanan sosial memang tugas institusi BPKHTL, sedangkan Penetapan Areal Kerja (PAK) kelompok Perhutanan Sosial ada dalam ranah Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, (Dirjen PSKL), yang mana kedua institusi ini akan menelaah terkait Perizinan Pengelolaan.
"Proses perizinan wilayah kerja IPHPS masih ditelaah ulang dan bakal diajukan hingga ke KLHK," pungkasnya.
Sementara itu Pendamping KTH dari Aliansi Relawan untuk Penyelamatan Alam (ARuPA) Munif Rodaim menjelaskan bahwa atas KTH dampingannya pihaknya sudah berjuang memperjuangkan hak mereka, pihaknya berkeyakinan bahwa pemerintah akan memenuhi hak-hak rakyat atas pengelolaan yang telah dijanjikan dan akan menunggu kepututusan Penetapan Areal Kerja (PAK) dari Dirjen PSKL.(riz/dn)
What's Your Reaction?






