Perhutani KPH Jombang Pacu Ketahanan Pangan Lewat Agroforestri Tebu
Jombang, (afederasi.com) – Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Jombang memperkuat komitmennya dalam mendukung program ketahanan pangan nasional. Salah satu strateginya adalah melalui pengembangan tanaman tebu di kawasan hutan dengan sistem agroforestri, yang dinilai sukses secara ekonomi, ekologi, dan sosial.
Kepala Perhutani KPH Jombang, Enny Handhayany, dalam keterangan resminya, menjelaskan bahwa program ini memiliki dasar hukum yang kuat, termasuk Keputusan Bersama empat menteri dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Berdasarkan persetujuan Menteri LHK, kerja sama agroforestri tebu di lahan Perhutani ini mencakup luas 2.692,93 Ha dengan jangka waktu 10 tahun,” ujar Enny di ruang kerjanya, Jumat (07/11/2025).Enny memaparkan setidaknya ada tiga tujuan strategis dari program tumpangsari tebu ini:
1. Ekonomi: Meningkatkan penghasilan masyarakat sekitar hutan, menyuplai bahan baku pabrik gula, dan berkontribusi pada Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 30.000 per ton.
2. Ekologi: Mengubah lahan kurang produktif (tanah kosong) menjadi lahan produktif sekaligus menjaga kelestarian hutan.
3. Sosial: Membuka lapangan kerja bagi masyarakat yang tergabung dalam lembaga desa hutan.
Perhutani membuka peluang kemitraan melalui beberapa skema, yaitu Skema Permen LHK P.81, Peraturan Direksi (Perdir) No. 13/2023, dan Perdir No. 06.
Bagi petani mitra (pesanggem) yang bergabung dalam skema Perdir 13, sistem bagi hasil yang ditawarkan sangat menguntungkan. Untuk skema KKP, bagi hasil maksimal 80% untuk lembaga mitra dan 20% untuk Perhutani. Sementara untuk skema KKPP, porsinya bisa mencapai 90% untuk lembaga mitra.“Skema ini dirancang adil dan berkelanjutan untuk mendorong partisipasi aktif masyarakat,” tambah Enny.
Enny memaparkan bagaimana Perhutani memastikan bahwa tanaman pokok (hutan) tidak terganggu oleh keberadaan tanaman tebu
a. Kepastian penerapan proporsi tanaman kehutanan dan tanaman tebu sesuai dengan Permen LHK 81 yaitu 51:49.b. Memastikan bahwa tidak ada pengelolaan tanaman tebu didalam Kawasan Lindung
c. Memastikan tanaman tebu sesuai dengan obyek Lokasi kerjasama
Apakah ada kajian khusus mengenai dampak agroforestri tebu terhadap biodiversitas, kesuburan tanah, dan tata air di kawasan hutan? Kajian Identifikasi Risiko dampak lingkungan telah dibuat pada Lokasi agroforestry tebu mandiri Perhutani, dengan rekomendasi:
1. Konservasi air : Menggunakan teknik irigasi yang efisien, seperti pembuatan irigasi berupa selokan utama, selokan tegak lurus, selokan searah larikan tanaman tebu dan selokan mengelilingi areal ATM, dengan menyesuaikan kondisi kontur lahan, serta mengelola air secara terkendali untuk menghindari kekurangan air dan degradasi sumberdaya air.
2. Penggunaan pestisida/herbisida dan pupuk secara tepat guna: Mengendalikan penggunaan pestisida/herbisida dan pupuk kimia dengan menerapkan praktik-praktik organik atau ramah lingkungan, seperti penggunaan pupuk organik dan metode pengendalian hama alami.
3. Pengelolaan hutan: Jika agroforestri tebu melibatkan pembersihan lahan, penting untuk menerapkan praktik pengelolaan hutan yang berkelanjutan (PHL), seperti kegiatan rehabilitasi dan menjaga habitat alami. Adapun kebijakan terkait luas ATM dalam suatu petak/anak petak adalah:
a. Komposisi luas tanaman kehutanan (tanaman keras) dibandingkan dengan ATM minimal adalah 51 : 49, dan b. Apabila petak/anak petak yang akan ditanami tebu mempunyai luas lebih dari 10 Ha maka lokasi tersebut harus ditanami tanaman keras minimal 20%.
4. Pengelolaan vegetasi: Menjaga dan memperbaharui vegetasi penutup tanah yang memadai untuk mencegah erosi tanah dan memperbaiki struktur tanah. Penanaman tebu ini dilakukan sekali dalam satu tahun, dengan proses pemeliharaan berupa kegiatan trubusan/ratoon cane (RC)/keprasan setiap habis panen (10 – 11 bulan).
5. Dengan penerapan praktik-praktik yang berkelanjutan dan pengelolaan yang terkendali, dampak negatif dari kegiatan ATM dapat dikurangi, sementara manfaat lingkungan dan ekonomi dapat tetap diperoleh.
Program agroforestri tebu di KPH Jombang telah diimplementasikan pada total lahan seluas 2.448,126 Hektar. Luasan ini terdiri dari beberapa skema kerja sama, termasuk Agroforestry Tebu Mandiri, P.81, Perdir 06, dan transformasi Perdir 13.
(Agroforestry Tebu Mandiri) luas efektif 870,66 Ha ▪ P. 81 luas efektif 493,116 Ha ▪ Perdir 06 luas efektif 89,45 Ha ▪ Transformasi Perdir 13 luas 994,90 Ha.“Dengan luasan tersebut, program ini berpotensi berkontribusi kepada Perhutani sebesar Rp 27,8 Miliar dan menyetorkan PNBP kepada negara sebesar Rp 3,5 Miliar,” pungkas Enny.
Meski berdampak positif, Perhutani menghadapi sejumlah kendala. Di antaranya adalah kesulitan mengembalikan lahan kerja sama menjadi kawasan hutan penuh karena tebu telah menjadi sumber pendapatan utama masyarakat, serta ketidaktransparanan beberapa penggarap dalam melaporkan hasil produksi.
Untuk memastikan kelestarian hutan tetap terjaga, Perhutani menerapkan proporsi tanam 51% untuk tanaman kehutanan dan 49% untuk tebu. Monitoring ketat juga dilakukan terhadap penggunaan pupuk dan pestisida, serta penanaman dilarang keras di kawasan lindung seperti sempadan sungai dan mata air.
Kajian dampak lingkungan telah dilakukan dengan sejumlah rekomendasi, seperti konservasi air dengan irigasi efisien, pengurangan pupuk kimia, dan penerapan praktik pengelolaan hutan berkelanjutan.
Ke depan, Perhutani KPH Jombang berkomitmen untuk terus mengembangkan program ini pada lokasi yang telah ditetapkan dalam Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) hingga 2030, dengan tetap mengedepankan prinsip kelestarian lingkungan. (san)
What's Your Reaction?


