Pemerintah Ancam Tutup Platform Social Commerce, Ketatkan Aturan Transaksi dan Impor Produk
Pemerintah mengancam akan menutup platform social commerce apabila terdeteksi melakukan transaksi jual beli di dalamnya.
Jakarta, (afederasi.com) - Pemerintah mengancam akan menutup platform social commerce apabila terdeteksi melakukan transaksi jual beli di dalamnya. Langkah tegas ini merupakan respons terhadap revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020 yang mengatur ketentuan perizinan usaha, periklanan, pembinaan, dan pengawasan pelaku usaha dalam perdagangan melalui sistem elektronik. Dalam revisi tersebut, pemerintah secara tegas melarang platform social commerce untuk melakukan transaksi jual beli di dalam platform mereka, hanya diizinkan untuk melakukan promosi.
Menteri Perdagangan, Zulhas, menjelaskan bahwa social commerce hanya diperbolehkan untuk memfasilitasi promosi barang atau jasa, tanpa diizinkan melakukan transaksi langsung termasuk pembayaran langsung. "Jika ada pelanggaran terhadap aturan ini, akan segera kami laporkan ke Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk mendapatkan peringatan. Jika pelanggaran terulang setelah peringatan, platform yang bersangkutan berpotensi untuk ditutup," tambahnya.
Pemerintah juga akan menerapkan kebijakan ketat terkait transaksi penjualan produk impor dengan harga di bawah 100 dolar AS atau sekitar Rp 1,5 juta. Dalam kebijakan ini, akan dijelaskan produk-produk mana yang diperbolehkan diimpor dan akan dimasukkan dalam daftar barang yang diperbolehkan, yang dikenal sebagai "positive list". Menteri Perdagangan Zulhas menyatakan bahwa positive list mencakup produk yang diizinkan untuk diimpor dan tidak tersedia di dalam negeri, sementara ada juga negative list yang mencakup produk-produk yang dilarang impor seperti batik yang sudah ada di dalam negeri.
Namun, peraturan ini belum dapat diumumkan karena masih perlu menunggu tandatangan sebelum dikembalikan ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) untuk kemudian dirilis. "Revisi Permendag 50/2020 yang sudah disepakati akan saya tandatangani besok. Ini sudah melalui berbulan-bulan pembahasan dengan Presiden," pungkas Menteri Perdagangan Zulhas seperti yang dilansir dari suara.com media partner afederasi.com.
Belakangan ini, media sosial berlomba-lomba untuk mengembangkan fitur mirip e-commerce di platform mereka. Facebook merespons tren penggunaan platformnya yang semakin banyak untuk kegiatan jual-beli dengan menghadirkan Facebook Shops. Fitur ini bertujuan untuk mempermudah proses pembelian dan penjualan secara daring melalui platform Facebook dan Instagram. Sementara Twitter juga menghadirkan Twitter Shop dengan fungsi serupa, memungkinkan perusahaan memasarkan produk langsung melalui profil mereka. Meskipun demikian, fitur ini masih terbatas untuk sejumlah merek di Amerika Serikat.
Instagram juga turut memperkenalkan Instagram Shopping, sebuah fitur yang membantu bisnis memasarkan produk dengan memberikan label harga dan nama produk pada postingan atau cerita Instagram. Melalui fitur ini, pelanggan dapat mengetahui harga produk tanpa harus menghubungi layanan pelanggan atau mengunjungi situs web. Tak hanya itu, pelanggan juga dapat melakukan pembayaran langsung melalui fitur ini, memudahkan proses pembelian secara online. (mg-3/jae)
What's Your Reaction?


