Jaksa Turunkan Tuntutan Kakek Masir Jadi Enam Bulan Penjara, Pertimbangkan Rasa Keadilan dan KUHP Baru

18 Dec 2025 - 18:08
Jaksa Turunkan Tuntutan Kakek Masir Jadi Enam Bulan Penjara, Pertimbangkan Rasa Keadilan dan KUHP Baru
Suasana sidang kakek Masir di Ruang Sidang PN Situbondo (alifia rahma/afederasi.com)

Situbondo, (afederasi.com) – Perkara hukum yang menjerat Masir (71), warga Desa Sumberanyar, Kecamatan Banyuputih, memasuki babak baru. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Situbondo secara resmi merevisi tuntutan pidana terhadap terdakwa dari semula dua tahun penjara menjadi enam bulan penjara.

Perubahan tuntutan tersebut disampaikan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Situbondo dengan agenda replik, Kamis (18/12/2025). Penyesuaian ini dilakukan sebagai respons atas nota pembelaan yang diajukan kuasa hukum terdakwa, sekaligus mencerminkan arah baru penegakan hukum pidana yang lebih mengedepankan rasa keadilan dan proporsionalitas hukuman.

JPU Kejari Situbondo, Huda Hazamal, menjelaskan bahwa revisi tuntutan tersebut berlandaskan semangat pembaruan hukum pidana nasional sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional.

“Meski KUHP baru ini baru akan berlaku efektif pada Januari 2026, substansi dan semangatnya sudah dapat dijadikan rujukan dalam menilai perkara-perkara tertentu, terutama yang mendapat perhatian luas dari masyarakat,” ujar Huda di hadapan majelis hakim.

Ia menambahkan, dalam KUHP baru tidak lagi dikenal ancaman pidana minimum penjara sebagaimana diatur dalam sejumlah undang-undang lama, termasuk regulasi di bidang konservasi yang selama ini menetapkan batas minimal hukuman.

“Oleh karena itu, jaksa menilai perlu dilakukan penyesuaian tuntutan agar sejalan dengan prinsip keadilan substantif serta perkembangan hukum pidana nasional,” tuturnya.

Langkah tersebut mendapat sambutan positif dari kuasa hukum terdakwa, Hanif. Ia menilai revisi tuntutan menunjukkan kepekaan aparat penegak hukum terhadap kondisi sosial dan kemanusiaan terdakwa yang telah berusia lanjut.

“Klien kami sudah menjalani penahanan sejak Juli 2025 atau hampir lima bulan. Dengan usia yang tidak lagi muda, kondisi tersebut tentu menjadi beban fisik dan psikis,” kata Hanif.

Dalam persidangan juga terungkap bahwa Masir bukan kali pertama melakukan perbuatan serupa. Pihak pengelola Taman Nasional Baluran sebelumnya diketahui telah beberapa kali menempuh pendekatan persuasif dan upaya keadilan restoratif sebelum perkara ini akhirnya dilanjutkan ke proses hukum formal.

Kasus Kakek Masir pun kini menjadi sorotan publik sekaligus cermin bagi penegakan hukum di daerah. Perkara ini menguji keseimbangan antara kepastian hukum, perlindungan lingkungan, serta keadilan sosial bagi masyarakat kecil yang kerap berada pada posisi rentan dalam pusaran hukum.(vya/dn) 

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow