HKTI Jombang Desak Pemerintah Sediakan Asuransi Gagal Panen

Jombang, (afederasi.com) – Anjloknya harga tembakau pasca panen di Kabupaten Jombang memicu sorotan dari Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jombang.
Mereka mendesak pemerintah daerah agar segera mengambil langkah konkret dan menyediakan asuransi bagi petani tembakau yang mengalami kerugian akibat gagal panen.
Hal tersebut disampaikan oleh Sekretaris HKTI Kabupaten Jombang, Hasan Sholahudin, saat ditemui di kediamannya pada Selasa (07/10/2025). Ia menilai perhatian pemerintah daerah terhadap nasib petani, khususnya petani tembakau, masih sangat minim.
“Petani dibiarkan jalan sendiri. Mulai dari menanam, cari pupuk, sampai menjual hasil panen sendiri. Pemerintah seharusnya hadir dan memberikan solusi konkret,” tegas Hasan.
Hasan menjelaskan bahwa penanaman tembakau sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca. Ia menilai pemerintah daerah semestinya bisa melakukan antisipasi dini jika cuaca berpotensi menyebabkan gagal panen.
“Tembakau bisa diprediksi cuacanya. Kalau pemerintah bisa membaca potensi gagal panen, harusnya ada langkah cepat seperti pemberian asuransi pertanian,” jelasnya.
Menurutnya, tembakau termasuk salah satu komoditas yang semestinya bisa masuk dalam program asuransi pertanian. Namun hingga kini, program tersebut belum menyentuh secara menyeluruh kepada petani-petani tembakau di Jombang.
Hasan juga menyoroti minimnya dukungan program pertanian dari pemerintah daerah. Ia menyebut, petani tidak hanya butuh subsidi pupuk, tetapi juga pendampingan mulai dari penanaman hingga pemasaran hasil panen.
“Kalau pemerintah bisa membantu menyediakan pasar dan akses distribusi hasil panen, petani akan sangat terbantu. Jangan cuma diam saat harga anjlok,” katanya.
Ia berharap ke depan ada program pertanian terpadu dari pemerintah yang tidak hanya berorientasi pada hasil panen, tetapi juga memperhatikan perlindungan bagi petani saat mengalami kerugian.
“Asuransi pertanian bisa jadi penyelamat petani saat gagal panen. Tapi kalau panen berhasil, pemerintah juga bisa bantu distribusi agar hasil panen terserap pasar,” pungkasnya.
Salah satunya petani tembakau, Sumarto, 58, petani Dusun Banjarmlati, Desa Jatibanjar, Kecamatan Ploso ini. Tahun ini, halangan petani tembakau memang disebutnya sangat banyak sejak awal masa tanam.
“Sebenarnya dari awal tanam hujan kan sudah seperti itu, kalau wilayah sini untungnya tidak sampai banjir,” lontarnya.
Hambatan itu, kembali muncul saat datang musim panen. Tahun ini, harga tembakau disebutnya memang anjlok. Penurunannya bahkan mencapai lebih dari 30 persen.
“Harganya yang paling baik itu masih bisa Rp 40 ribu untuk yang kering, tapi yang saya dapat kemarin itu kualitas biasa, masih di angka Rp 22 ribu perkilogram,” lontarnya.
Padahal, dengan kualitas yang sama, tahun lalu ia mengaku bisa mendapat harga yang jauh lebih baik. “Kalau tahun kemarin ndak bisa diomong, yang sekarang Rp 22 ribu itu tahun kemarin bisa Rp 37 ribu sampai Rp 38 ribu perkilogramnya,” lontarnya.
Kondisi itu, juga membuat pendapatannya terancam turun drastis Jika tahun lalu dari sawah seluas 300 ru ia bisa memperoleh hasil hingga Rp 50 juta, tahun ini ia memperkirakan pendapatannya akan anjlok.
“Kalau tahun ini semoga saja masih bisa separo lebih, kan ini masih ada daun tengah sampai atas dan harapannya bisa dipanen dan bagus,” imbuhnya.
Kondisi makin pelik, lantaran di musim panen cuaca juga masih tak kunjung membaik. Cuaca panas yang dibutuhkan petani untuk mengeringkan tembakau, tak datang maksimal.
“Halangan kedua ya cuacanya ini, setiap hari mendung, kalaupun ada panas juga tidak terik, jadi penjemurannya lama,” pungkasnya. (san)
What's Your Reaction?






