Dugaan Pungli di CFD Gresik Mengemuka, DPRD Desak Panggil Kadis Parekrafbudpora
Gresik, (afederasi.com) - DPRD Gresik merespons serius dugaan pungutan liar (pungli) terhadap pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang ingin berjualan di area Car Free Day (CFD) depan gedung WEP dan sekitarnya di Jalan Jaksa Agung Suprapto, Gresik.
Wakil Ketua DPRD Gresik, Ahmad Nurhamim, menegaskan bahwa kasus ini harus ditelusuri secara menyeluruh. Jika benar terdapat oknum ASN atau pejabat di lingkungan Disparekrafbudpora yang terlibat, pihaknya meminta agar ditindak tegas.
“Kami minta kasus ini ditelusuri. Kalau benar ada oknum ASN atau pejabat yang bermain, harus diusut tuntas. Oknum-oknum model seperti ini wes harus ilang,” ujarnya, Selasa (18/11/2025).
Sebagai koordinator Komisi II yang membidangi UMKM, Nurhamim meminta komisinya segera mengagendakan rapat kerja dengan OPD terkait untuk memastikan kebenaran informasi yang ramai diperbincangkan publik.
Menurutnya, dugaan pungli tersebut terlihat dari adanya penarikan biaya di luar ketentuan resmi paguyuban UMKM. “Biaya resmi yang sudah ditetapkan paguyuban itu Rp50 ribu per pelaku usaha yang mendaftar. Tapi ada yang dimintai Rp300 ribu sampai Rp500 ribu. Itu jelas masuk pungli,” tegasnya.
Politikus senior Golkar yang akrab disapa Anha ini juga meminta kepala OPD terkait agar bersikap tegas apabila benar terbukti ada ASN atau pejabat yang terlibat.
“Harus ada tindakan tegas kepada siapapun yang terlibat, baik langsung maupun tidak langsung,” tandasnya.
Ia menambahkan bahwa keberadaan UMKM seharusnya didukung, bukan justru dipersulit. “UMKM kita masih banyak yang belum mapan secara ekonomi. Harusnya dibantu, bukan malah dipungli. Cek kebacute,” ujarnya.
Sebelumnya, pengelolaan CFD Gresik di bawah naungan Disparekrafbudpora menjadi sorotan setelah sejumlah pelaku UMKM mengaku mengalami pungutan untuk percepatan nomor antrean, meski aturan resmi sudah tertuang dalam AD/ART paguyuban.
Menurut penggerak UMKM Gresik, M. Ismail Fahmi, setiap pelaku usaha semestinya hanya membayar biaya pendaftaran Rp50.000 untuk mendapatkan nomor antrean resmi. Namun ia menemukan adanya permintaan pembayaran Rp300.000–Rp500.000 oleh oknum pengelola CFD agar pelapak bisa langsung berjualan tanpa menunggu antrean panjang.
“UMKM yang daftar resmi sudah antre sejak 2023, jumlahnya sekitar seratusan. Tapi ada oknum yang menawarkan jalan pintas dengan bayar lebih mahal,” ujarnya.
Tidak hanya itu, Fahmi juga menemukan adanya ketidaksesuaian dalam proses pembayaran. Dana pendaftaran justru diminta ditransfer ke rekening pribadi oknum tertentu, bukan ke rekening resmi paguyuban.
“Rekening paguyuban CFD itu ada. Tapi kok yang dipakai rekening pribadi? Itu yang jadi pertanyaan,” ungkapnya.
Keluhan ini telah ia sampaikan kepada penanggung jawab CFD dan Kepala Disparekrafbudpora Gresik, Saifudin Ghozali, sambil meminta agar sistem pendaftaran dan antrean segera dibenahi.
Kepala Disparekrafbudpora Gresik, Saifudin Ghozali, saat dikonfirmasi menyebut pihaknya telah meminta paguyuban CFD untuk menelusuri kebenaran laporan tersebut.
“Kami sudah meminta paguyubannya menelusuri apakah laporan itu benar atau tidak. Kami beri waktu dua sampai tiga hari,” ujarnya.
Ia memastikan bahwa apabila terbukti ada oknum yang melakukan praktik pungutan tidak resmi, pihaknya akan menjatuhkan sanksi tegas.
“Kalau memang oknum tersebut benar ada, kami akan minta segera diberi sanksi tegas, bahkan dinonaktifkan saja,” tegasnya.
Para pelaku UMKM berharap evaluasi dan penertiban dilakukan segera, mengingat CFD selama ini menjadi ruang strategis bagi mereka untuk menambah pendapatan. Praktik tidak resmi seperti ini dinilai bertentangan dengan semangat Pemkab Gresik dalam program Bela Beli Produk UMKM.
Hingga kini, paguyuban CFD masih melakukan verifikasi internal. Para pelaku UMKM menunggu langkah tegas Pemerintah Daerah untuk memastikan pengelolaan CFD berjalan transparan, adil, dan tidak merugikan pelaku usaha kecil.(frd)
What's Your Reaction?


