Cuaca Ekstrem, Hasil Panen Kedelai Turun Drastis

12 Nov 2025 - 11:32
Cuaca Ekstrem, Hasil Panen Kedelai  Turun Drastis
Miskun Petani Kedelai Desa Podoroto, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang, saat di temui saat panen di sawahnya, Rabu (12/11/2025). (Foto:Santoso/afederasi.com)

Jombang, (afederasi.com) – Para petani kedelai di Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang, menghadapi kenyataan pahit. Hasil panen mereka mengalami penurunan signifikan akibat cuaca ekstrem yang melanda wilayah tersebut dalam beberapa pekan terakhir.


Cuaca yang tidak menentu, dengan fenomena kemarau basah yang ditandai hujan lebat diselingi panas terik, disebut-sebut sebagai biang kerok utama menurunnya produktivitas kedelai.
Miskun, seorang petani dari Desa Podoroto, mengungkapkan keprihatinannya. Selain hasil panen yang tidak maksimal, ia juga dihadapkan pada harga jual yang anjlok.


“Menjelang panen kedelainya harga turun kisaran harga Rp 6.000, biasanya bisa sampai 14 ribuan. Panen kali ini cukup untuk biaya dari pada sawah tidak ditanam. Ini ada tanaman kedelai meskipun panen kurang maksimal,” terang Miskun, Rabu (12/11/2025).


Ia juga merinci tingginya biaya produksi. “Untuk biaya tanam mulai bibit dan tenaga kerjanya kisaran Rp 1,5 juta, dan untuk panen biaya juga tinggi. Kalau untung belum tau karena baru dipanen dan hasilnya berapa juga belum tahu,” tambahnya.


Menurut penuturan para petani, cuaca ekstrem memicu dua masalah utama yang merusak tanaman:


1.Gagal Buah dan Bunga Rontok: Panas terik yang tiba-tiba menyebabkan bunga kedelai banyak yang     

  rontok dan polong tidak terisi dengan sempurna.


2. Serangan Penyakit: Kelembaban tinggi akibat hujan lebat memicu berkembangnya penyakit jamur, seperti

   karat daun, yang memperparah kerusakan tanaman.


“Kedelai ini tanaman yang 'manja'. Kalau kelebihan hujan, akarnya busuk. Kalau kepanasan, bunganya rontok. Cuaca ekstrem Jombang ini benar-benar ujian buat kami,” keluh Miskun.


Anasrul Hakim, Koordinator Wilayah BPP (Balai Penyuluhan Pertanian) Kesamben, membenarkan dampak cuaca terhadap tanaman kedelai di wilayahnya. Ia menjelaskan bahwa Kecamatan Kesamben memiliki potensi pertanian kedelai yang cukup besar.


“Di Kecamatan Kesamben ada pola tanam padi-padi-bero atau padi-padi-kedelai. Ada sekitar 1.300 hektar lahan bero (tidak ditanami) dari total 4.125 hektar. Biasanya, petani memilih menanam kedelai atau jagung di lahan bero, dengan kecenderungan memilih kedelai,” ungkap Anasrul.


Namun, program Optimalisasi Lahan (OPLAH) tahun ini harus berhadapan dengan cuaca yang tidak bersahabat.“Kebetulan di musim ini cuaca kemarau basah. Jadi ada OPLAH dan cuaca basah. Ada yang bertahan tanam kedelai, mungkin karena terlalu banyak kandungan air, kualitas kedelai tidak bisa maksimal isinya. Meskipun kualitasnya kurang maksimal, mudahan di bantu dengan harga kedelai yang bagus saat panen,” harapnya.


Anasrul memberikan data konkret tentang dampak yang terjadi. Di Desa Podoroto sendiri, dari 9 hektar lahan kedelai yang mulai dipanen, produktivitasnya jauh menurun.


“Yang berdampak adalah produktivitasnya. Estimasi luasan lahan 1.400 meter persegi hanya dapat kurang lebih 4 kuintal. Jika dibandingkan dengan panen tahun kemarin, hasil tahun kemarin lebih bagus,” pungkasnya.


Situasi ini menyisakan tantangan bagi petani kedelai Jombang, yang tidak hanya berjuang melawan cuaca tetapi juga menghadapi ketidakpastian harga di pasaran. (san)

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow