Praka Riswandi Manik dan Rekan-Rekannya Didakwa dalam Kasus Pembunuhan Berencana Imam Masykur
Praka Riswandi Manik, Praka Heri Sandi, dan Praka Jasmowir dituduh melakukan tindak pidana pembunuhan berencana kepada Imam Masykur.
Jakarta Timur, (afederasi.com) - Praka Riswandi Manik, Praka Heri Sandi, dan Praka Jasmowir dituduh melakukan tindak pidana pembunuhan berencana kepada Imam Masykur. Dakwaan ini diajukan oleh oditur militer dalam sidang perdana kasus Imam Masykur di Pengadilan Militer, Jakarta Timur, pada Senin (30/10/2023).
Dalam pembacaan dakwaan tersebut, oditur menguraikan bahwa Praka Riswandi Cs dijerat dengan Pasal 340 KUHP, juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP, subsider Pasal 338 KUHP, juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Selain itu, dakwaan juga mencakup Pasal 351 Ayat 3 KUHP, juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP, serta Pasal 328 KUHP, juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Praka Riswandi Manik menjadi salah satu terdakwa yang dihadirkan dalam sidang ini.
Oditur yakin bahwa Praka Riswandi dan rekannya merencanakan pembunuhan dengan matang dan melaksanakannya bersama-sama. Kejadian pembunuhan berencana yang mereka lakukan terjadi pada tanggal 12 Agustus 2024. Ketika itu, para terdakwa telah mengincar sebuah toko obat ilegal yang dimiliki oleh Imam Masykur di Tangerang Selatan.
Praka Heri Sandi, salah satu terdakwa, berperan sebagai pelanggan yang berpura-pura bertanya tentang tramadol saat korban berada di tempat kejadian. Ketika situasi terbongkar, Heri segera memanggil Riswandi dan Jasmowir yang menunggu di dalam mobil menggunakan HT.
Praka Riswandi Cs kemudian menangkap korban dengan cara memegangi lehernya. Saat korban berteriak 'rampok', hal ini menarik perhatian warga sekitar. Salah seorang terdakwa menyatakan bahwa mereka adalah anggota yang bertugas, sehingga warga sekitar pun membubarkan diri. Imam kemudian diborgol dan dibawa ke dalam mobil.
Di dalam kendaraan tersebut, para terdakwa melakukan kekerasan terhadap Imam dengan memukul, menendang, dan bahkan mencambuknya menggunakan seutas kabel di punggungnya. Para terdakwa kemudian berangkat ke sebuah toko obat lain di Condet, Jakarta Timur, dengan menyamar sebagai pembeli. Mereka juga membawa korban lain bernama Khaidar, yang juga menjadi korban kekerasan di dalam mobil.
Saat dalam perjalanan, salah satu terdakwa memaksa Imam untuk menghubungi keluarganya dan meminta uang tebusan sebesar Rp 50 juta. Terdakwa mengancam keluarga Imam dengan ucapan, "Kalau ibu sayang anak, ibu kirim uang Rp 50 juta, kalau ibu tidak sayang, saya bunuh dan saya buang anak ibu." seperti yang dilansir dari Suara.com media partner afederasi.com.
Di tengah perjalanan, Imam mulai kesulitan bernafas. Korban Khaidar diminta oleh terdakwa untuk memeriksa kondisi Imam. Mereka mengecek denyut nadi Imam dan mengetahui bahwa dia sudah tidak bernyawa. Para terdakwa menyimpulkan bahwa Imam telah meninggal dunia selama perjalanan di Tol Jatikarya, Cimanggis, Depok.
Mereka kemudian panik dan setuju untuk membuang jasad Imam di tempat yang sepi. Di sekitar Tol Cimanggis, para terdakwa turunkan Khaidar. Jasad Imam lalu diletakkan di bagasi mobil, dan para terdakwa berhenti di sebuah apotek untuk membeli sarung tangan, dengan maksud untuk menghilangkan jejak. Sekitar pukul 01.00 WIB pada tanggal 13 Agustus, jasad Imam akhirnya dibuang ke sungai di Purwakarta, Jawa Barat.(mg-2/mhd)
What's Your Reaction?


