Perlu Revisi UU PKPU untuk Meningkatkan Kepastian Hukum Bisnis di Indonesia

Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) saat ini telah mencapai usia 19 tahun.

27 Oct 2023 - 10:08
Perlu Revisi UU PKPU untuk Meningkatkan Kepastian Hukum Bisnis di Indonesia
Ilustrasi hukum. [Shutterstock]

Jakarta, (afederasi.com) - Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) saat ini telah mencapai usia 19 tahun. Dalam menghadapi dinamika dan perkembangan ekonomi yang semakin kompleks, perlu dilakukan penguatan terhadap PKPU.

PKPU memainkan peran penting dalam menjaga kepastian hukum dalam bisnis di Indonesia, khususnya dalam menyelesaikan perselisihan utang-piutang antara debitur dan kreditur. Namun, hukum ini perlu disesuaikan dengan kondisi ekonomi yang terus berkembang agar tetap relevan bagi semua pihak yang terlibat.

Seiring dengan perkembangan ekosistem bisnis yang semakin kompleks, Undang-Undang No. 37/2004, yang mencakup Kepailitan dan PKPU, perlu diperbarui agar dapat memberikan kepastian hukum yang lebih baik bagi semua pihak yang terlibat, baik kreditur maupun debitur.

Managing Partner Dwinanto Strategic Legal Consultant (DSLC), Rizky Dwinanto, mengamati bahwa tujuan awal UU No. 37/2004 telah bergeser dari fokus pada perlindungan debitur yang menghadapi kesulitan dalam berusaha atau berbisnis. Saat ini, hukum tersebut lebih sering digunakan oleh kreditur untuk menagih utang, yang dapat menyebabkan ketidakpastian hukum.

Rizky Dwinanto mengemukakan bahwa perubahan tersebut menciptakan potensi moral hazard, di mana permohonan PKPU atau kepailitan diajukan secara terlalu mudah oleh kreditur. Oleh karena itu, revisi UU No. 37/2004 menjadi penting untuk mengatasi isu-isu ini dan menyesuaikan hukum dengan perkembangan ekonomi saat ini.

Dalam lingkungan ekonomi yang semakin kompleks dan terhubung melampaui batas negara, hukum harus dapat memberikan perlindungan yang adil dan sama rata bagi kreditur dan debitur. Semua pihak, termasuk pengadilan niaga, harus berperan aktif dalam menjaga keadilan dan perlindungan hak-hak hukum semua pihak.

Presiden Direktur AJ Capital, Geoffrey D. Simms, menegaskan pentingnya restrukturisasi bisnis yang sehat, sambil melindungi hak-hak kreditur dan membantu perusahaan yang mengalami kesulitan untuk pulih. Penegakan hukum kepailitan yang kuat dan konsisten dapat membantu mencegah penyalahgunaan proses kepailitan dan menjaga stabilitas ekonomi.

Simms juga menyatakan bahwa setiap kasus kepailitan dan PKPU memiliki karakteristik unik, dan pengadilan niaga harus mempertimbangkan aspek khusus dari setiap kasus dalam membuat keputusan. Dalam konteks ini, perlindungan hak hukum kreditur juga menjadi prioritas.

Ketidakpastian dalam penyelesaian yang adil dalam kasus kepailitan dapat meningkatkan persepsi risiko dalam pemberian pinjaman. Untuk mengatasi masalah ini, perlu ada perubahan dalam hukum kepailitan, sehingga lembaga keuangan dapat merasa lebih aman dan bersedia menawarkan pinjaman dengan suku bunga yang lebih rendah, yang pada gilirannya dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih baik.

Peningkatan jumlah kasus hukum terkait PKPU dan kepailitan dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi perhatian serius. Upaya perubahan dalam UU No. 37/2004 pernah diusulkan, dan bahkan pemerintah mencoba memberlakukan moratorium pengajuan PKPU sebagai respons terhadap situasi yang semakin rumit. Meskipun wacana untuk memperkuat hukum ini telah muncul sebelumnya, pembahasan mengenai revisi UU No. 37/2004 masih berlangsung hingga saat ini, baik di pemerintah maupun DPR RI.

Selain memberikan kepastian hukum dan melindungi hak-hak kreditur dan debitur, perubahan dalam UU No. 37/2004 juga dapat meningkatkan iklim berusaha di Indonesia, yang pada gilirannya dapat membuat negara lebih menarik bagi investor asing dan memperbaiki peringkat dalam indeks Ease of Doing Business.(mg-2/jae)

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow