Menilik Modus Bisnis 'Gesek' di Area Pelabuhan Ketapang - Gilimanuk, Pijat Plus-plus jadi Pembuka

Sebab ia juga menyadari tidak semua pembeli yang datang di warungnya bertujuan untuk mendapatkan layanan plus-plus.

09 Aug 2023 - 16:02
Menilik Modus Bisnis 'Gesek' di Area Pelabuhan Ketapang - Gilimanuk, Pijat Plus-plus jadi Pembuka
Ilustrasi modus bisnis plus-plus. (Pexels)

Bali, (afederasi.com) - Barisan warung berteralis kawat berjejer di depan SPBU Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana, Bali sore itu. Desain warung nyaris sama, termasuk penunggu di dalamnya yang hanya satu jenis kelamin saja, wanita.

Warung yang tampak sedikit usang itu dijaga 1-3 pelayan berusia kisaran 30-40 tahun. Sekilas tampak seperti warung pada umumnya yang menjual kopi, es teh, joshua serta makanan mie instan dan rujak lontong.

Jika seorang pria awam masuk, pelayan ini akan menawarkan jasa lebih dengan tutur yang lembut. Tidak langsung to the point.

"Kalau mau menginap, di sini ada, mas," ucap S, seorang pelayan yang mengaku dari Kecamatan Kalisat, Kabupaten Jember ini.

Dia dibarengi M, warga Kecamatan Tamanan, Kabupaten Bondowoso dan T, warga Kabupaten Banyuwangi. Sejauh mata menyapu, memanglah nihil kamar di warung berukuran 3x3 meter itu.

"Kamarnya ada di belakang. Ada yang kamar mandi dalam," sebut M.

M kemudian membuka pintu belakang warung. Maka tampaklah area luas dengan 5 kamar berjajar di samping kanan. Sementara jika belok kiri ada 4 kamar mandi kecil ukuran 1,5x1,5 meter. Di dalamnya terdengar suara lirih wanita sedang mandi.

"Penjaga warung sebelah itu, mas," jawab M tanpa ditanya.

Di tengah bangunan itu terdapat tanah lapang dan ada sedikit tumpukan sampah bekas dibakar. Ada papan di sampingnya bertuliskan 'Dilarang Membakar Tisu di Sini'.

"Kalau menginap Rp 400 ribu, kalau pijat saja 1 jam Rp 100 ribu, mas," tawar M.

Dilihat dari peran, sepintas M dan T merupakan anak buah dari S yang bertindak sebagai mucikari.

"Saya sudah bekerja di sini 9 tahunan. Di sini aman kok. Saya rutin setoran (menyebut 3 instansi). Berbeda dengan di Situbondo yang kadang ada razia," aku S menguatkan supaya mendapatkan customer sore itu.

Kendati demikian, ketiganya tidak memaksa jika pembeli di warungnya menolak penawaran 'lebih' yang diberikan. Sebab ia juga menyadari tidak semua pembeli yang datang di warungnya bertujuan untuk mendapatkan layanan plus-plus.

Banyak dari mereka yang sekedar ingin ngopi saja, terlebih tidak tahu tentang bisnis terselubung di warung tersebut.

"Iya gak apa-apa, mas. Semoga selamat dalam perjalanan ya," jawabnya ketika mendengar penolakan dari pembeli.

Usut punya usut, lokasi warung itu sering disebut dengan Batu Karung.

"Oh, di sana memang tempatnya PSK, mas," komentar seorang wanita muda penjual tiket penyeberangan di Pelabuhan Gilimanuk tentang barisan warung itu.

Ironinya, wanita ini juga ternyata juga menawarkan sebuah penginapan short time.

"Kalau penginapan murah di Sumbersari ada yang Rp 50 ribu, tapi maksimal 3 jam harus check out, mas," sebutnya.

Wanita muda kisaran usia 18-20 tahun ini mengaku bekerja di loket tiket itu hanya sampai pukul 23.00 WITA.

"Setelah itu saya pulang. Kalau mau, bisa saya antarkan," tawarnya.

Penolakan kembali dilayangkan kepada wanita berbeda dan beruntung nihil paksaan. Bergerak menyeberang selat Jawa - Bali, kisah bisnis lendir terselubung tidak berhenti sampai di situ.

Tidak hanya di area pelabuhan Gilimanuk, lokalisasi tersembunyi juga menjamur di area pelabuhan Ketapang, Kabupaten Banyuwangi.

Orang Banyuwangi karib jika mendengar Landing Craft Machine (LCM) yang juga terdapat warung remang penyedia layanan 'tambahan' bagi lelaki hidung belang.

Bagi yang ogah terlihat oleh lelaki lainnya, tersedia layanan serupa versi online via 'aplikasi ijo'. Pekerja Seks Komersial (PSK) ini ada yang panggilan, ada juga yang stanby di hotel tertentu. Seperti halnya DR yang mencantumkan nama pengguna LC di aplikasi itu. Keseharian DR melayani pria di salah satu hotel di Kecamatan Kalipuro.

"COD nya memang di sini. Besok check out," tutur wanita asal Batam ini.

DR mematok tarif Rp 700 ribu nego untuk layanan penuh (full service).

"Servis rasa pacar sendiri, mas," sebut perempuan kulit putih dan berambut lurus sepanjang pundak ini.

Modusnya, dia menunggu di sebuah kamar yang telah dibooking khusus.

"Kalau tamu check in sendiri, bisa saya yang ke kamarnya atau dia yang ke kamar saya. Tanpa DP, cash di kamar," ulasnya.

Meskipun statusnya 'untuk umum', menariknya dia memiliki pacar. Di masa senggang melayani tamu, dia menyempatkan video call dengan kekasihnya.

"Pacar gak tahu (kalau kerja sebagai PSK), mas. Ya, jangan sampai tahu," ucapnya.

Dia mengaku terkadang merasa kecewa jika ada pelanggan yang memberi harapan palsu (PHP) dan membatalkan pesanan.

"Lebih baik gak gitu (layanan plus), cuma diajak ngobrol, yang penting bayar. Kan bisa untuk tambahan beli makan," akunya.

DR tidak meriwayatkan pengalaman sebagai wanita panggilan kurang begitu terbuka. Namun, ia mengakui ada persaingan ketat antar penyedia layanan khusus dewasa itu.

Ada yang membaginya menjadi ragam bagian layanan. Pelayanan pijat adalah yang termurah kisaran Rp 200 ribu - Rp 250 ribu.

"Yang gak bisa mijat, ya langsung full servis itu, mas," tuturnya.

Menilik dari beberapa fenomena itu, kawasan pelabuhan penyeberangan Ketapang - Gilimanuk ternyata menyimpan misteri kelabu. Bisnis 'gesekan' di wilayah pelabuhan memanglah lazim ada di banyak negara.

Bahkan ada yang melegalkan seperti di Las Palmas, Spanyol. Di Indonesia, khususnya di Ketapang - Gilimanuk pun mulai menjamur pelayanan serupa. Bedanya, tentu saja ilegal.

Lantas, sejauh mana peran Aparat Penegak Hukum dan Penegak Perda merespon fenomena ini? (den)

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow