Lestarikan Budaya Dalang Cilik, Hidupkan Kembali Wayang Potehi
Jombang, (afederasi.com) – Di tengah derasnya arus digital, denting gamelan mungil dan suara lembut seorang bocah justru menjadi magnet di Museum Potehi Gudo, Kabupaten Jombang. Dialah Rasya Muhammad Atahiya (10), seorang dalang cilik yang dengan lincah memainkan boneka berwarna cerih Wayang Potehi, seni teater boneka warisan Tionghoa berusia ratusan tahun.
Anak asal Desa Cukir, Kecamatan Diwek ini menjadi bukti nyata bahwa tradisi lama masih bisa menarik minat generasi muda. Hanya dalam waktu setahun belajar, Rasya sudah tampil percaya diri, menghidupkan setiap karakter wayang di hadapan puluhan pasang mata penonton.
Dengan gerakan tangan yang lentur dan penuh penghayatan, Rasya kerap membawakan kisah legenda Kerajaan Tai Tong. Cerita tentang pendekar yang menuntut balas dendam atas kematian keluarganya itu ia mainkan dengan lancar. Hanya butuh waktu sekitar tiga menit untuk setiap adegan yang ia mainkan dengan dua tangannya, sebelum akhirnya disambut tepuk tangan riuh penonton yang terpukau.
“Awalnya saya cuma sering nonton di Klenteng Gudo. Terus diajak teman ikut latihan, akhirnya suka,” ujar Rasya ketika ditemui pada Sabtu (1/11/2025).
Bakat alam Rasya tidak diasah sendirian. Ia belajar langsung di bawah bimbingan dua maestro setempat, Toni Harsono dan Widodo, yang selama ini gigih melestarikan Wayang Potehi di Gudo. Proses belajarnya pun komprehensif; tidak hanya terbatas pada memainkan boneka, tetapi juga mempelajari musik pengiring dan menghafal dialog yang sebagian besar menggunakan bahasa Tionghoa.“Bahasanya agak susah, tapi saya dibantu mentor. Lama-lama jadi bisa,” tutur Rasya dengan senyum malu.
Bagi Rasya, menjadi dalang Wayang Potehi bukan hanya sekadar hobi. Ia menyadari betul tanggung jawab yang dipikulnya untuk melanjutkan tradisi yang mulai jarang diminati anak-anak seumurannya.
“Saya ingin terus jadi dalang Wayang Potehi, biar seni ini nggak hilang,” tegasnya dengan penuh keyakinan.
Semangat Rasya ini menjadi angin segar dan simbol harapan baru bagi kelestarian Wayang Potehi. Toni Harsono, selaku pengelola Museum Potehi Gudo, mengungkapkan kebanggaannya.
“Anak-anak seperti Rasya adalah bukti nyata bahwa Wayang Potehi masih punya masa depan. Di museum ini, kami tidak hanya menjaga sejarah, tapi juga menumbuhkan generasi penerus,” kata Toni.
Museum Potehi Gudo telah menjadi ruang akulturasi yang unik, tempat tradisi Tionghoa berpadu dengan kearifan lokal Jawa dan semangat para santri. Di sanalah, seni boneka Potehi tidak sekadar diajarkan, tetapi dihidupkan kembali melalui tangan-tangan muda penuh bakat seperti Rasya.
Kedepan, dalang cilik ini punya mimpi yang besar. Ia ingin mengembangkan Wayang Potehi dan membawanya ke panggung yang lebih luas.“Kalau besar nanti, saya ingin punya panggung sendiri. Biar banyak orang bisa nonton Wayang Potehi lagi, bahkan sampai ke luar negeri,” pungkasnya penuh harap.
Dengan bakat, dedikasi, dan mimpi Rasya, Wayang Potehi tidak hanya sekadar diingat, tetapi benar-benar dihidupkan untuk generasi mendatang. (san)
What's Your Reaction?


