Komisi A DPRD Tulungagung Himbau Tak Ada Lagi Perundungan di Lingkungan Sekolah

12 Oct 2022 - 03:39
Komisi A DPRD Tulungagung Himbau Tak Ada Lagi Perundungan di Lingkungan Sekolah
Terlihat Wakil Ketua Komisi A DPRD Tulungagung, Renno Mardi Putro saat melakukan kunjungan ke salah satu lembaga SMP di Tulungagung (humas for afederasi.com)

Tulungagung, (afederasi.com) - Komisi A DPRD Tulungagung himbau agar tidak ada lagi perundungan di lingkungan lembaga sekolah, khususnya di wilayah Kota Marmer ini. 

Wakil Ketua Komisi A DPRD Tulungagung, Renno Mardi Putro mengatakan pihak lembaga sekolah dengan pihak keluarga siswa harus melakukan komunikasi secara intens atau lebih baik lagi, agar kasus bulying atau perundungan tidak terjadi lagi. 

"Komunikasi antar pihak sekolah dan keluarga siswa harus di intensifkan," ujarnya. 

Renno menambah, pihak lembaga sekolah harus melakukan suatu upaya agar perundungan tidak terjadi lagi di lingkungan sekolah. 

"Kami juga bakal komunikasi serta koordinasi lebih lanjut dengan dinas terkait," tuturnya.

Menurut Renno, setelah mendengar kabar terkait dugaan perundungan terhadap siswa di salah satu SMPN di Tulungagung, pihaknya langsung ke sekolah tersebut untuk melakukan pengecekan atau komunikasi dengan pihak sekolah. 

Berdasarkan penuturan dari pihak sekolah, tidak ada kasus perundungan yang terjadi. Siswa hanya bermain seperti biasa dengan teman sekelasnya. 

"Sebenarnya tidak ada kasus perundungan di sekolah tersebut. Namun kami tetap meminta agar perudungan tidak lagi ada di lembaga sekolah," pungkasnya. 

Sementara itu, dikonfirmasi di tempat terpisah Sekretaris Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Dispendikpora) Kabupaten Tulungagung, Syaifudin Juhri mengatakan pihaknya telah memperhatikan dugaan kasus perundungan terhadap salah satu siswi SMP di Tulungagung. 

Pihaknya menduga dugaan kasus ini terjadi karena minimnya guru bimbingan konseling (BK) di sekolah.

"Kami telah mendapatkan laporan itu, namun itu bukan perundungan, melainkan gurauan antar siswa saja," katanya.

Menurut Udin sapaan akrabnya, pihaknya menduga kasus tersebut karena minimnya guru BK yang ada. Idealnya 1 guru BK mengampu 250 siswa. Namun kenyataan di lapangan 1 guru masih mengampu 500 siswa. 

"Kami selalu upayakan mengajukan guru tidak tetap (GTT) BK, meski prosesnya sangat sulit," tandasnya. (er/dn) 

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow