Kiky Saputri Kagum pada Anies Baswedan, Retorika Sebagai Kunci Sukses: Lalu, Apa Itu Retorika?
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggelar debat capres perdana pada Selasa (12/12/2023) dengan mengangkat berbagai tema krusial seperti pemerintahan, hukum, HAM, pemberantasan korupsi, penguatan demokrasi, peningkatan layanan publik, dan kerukunan warga.
Jakarta, (afederasi.com) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggelar debat capres perdana pada Selasa (12/12/2023) dengan mengangkat berbagai tema krusial seperti pemerintahan, hukum, HAM, pemberantasan korupsi, penguatan demokrasi, peningkatan layanan publik, dan kerukunan warga.
Tiga pasangan capres-cawapres, yakni Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD, bersaing mempresentasikan visi dan gagasannya.
Dalam momen debat, para capres tak terhindar dari momen panas. Gaya retorika pun turut menyemarakkan diskusi, di mana mereka saling menanggapi gagasan lawan dan menjawab pertanyaan dari panelis.
Gaya bicara retorika menjadi penting untuk menyampaikan ide dengan baik, meskipun terkadang retorika seringkali mendapat konotasi negatif.
Salah satu sorotan pada debat kali ini adalah komentar dari Kiky Saputri, yang menyampaikan kagumnya terhadap Anies Baswedan.
"Setuju untuk kalimat dari retorika sampai titik. Makanya saya kagum sama pak Anies. Retorika itu sebuah skill yang harus dipelajari," tulis Kiky Saputri seperti yang dilansir dari Suara.com media partner afederasi.com.
Gaya bicara retorika memiliki peran sentral dalam keberhasilan seorang pemimpin. Meskipun sering dikonotasikan negatif, retorika adalah ketrampilan berbahasa secara efektif, seni berbicara untuk mempengaruhi orang lain agar mau melaksanakan apa yang diungkapkan pembicara.
Dalam konteks kepemimpinan, retorika bukan hanya sekadar seni berbicara, melainkan sebuah alat untuk memotivasi, membentuk kerja sama, dan memimpin.
Pentingnya retorika dalam kepemimpinan diungkapkan melalui kutipan langsung Kiky Saputri, yang menyatakan, "Retorika itu sebuah skill yang harus dipelajari."
Melalui retorika, seorang pemimpin mampu membina rasa pengertian, mempersuasi, dan mencapai tujuan bersama. Sebagai ilmu dasar kepemimpinan, retorika juga memainkan peran vital dalam membentuk hubungan yang harmonis dan mengarahkan bawahan.
Retorika, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adalah ketrampilan berbahasa secara efektif dan seni berbicara untuk mempengaruhi orang lain.
Fungsinya tak hanya dalam membentuk keberhasilan pribadi, tetapi juga untuk mempersuasi dan membina kerja sama dalam kehidupan bermasyarakat.
Aristoteles, dalam abad ke-4 SM, menyebutkan bahwa tujuan retorika adalah meyakinkan pendengar akan kebenaran suatu topik dan membina saling pengertian.
Sebuah makalah mengenai Retorika Teologi Kitab-Kitab Injil oleh IAKN Toraja menjelaskan bahwa retorika memiliki tujuan mempersuasi dan membina rasa saling pengertian. Pentingnya retorika dalam kepemimpinan diuraikan dalam konteks Ethos, Logos, dan Pathos—tiga unsur kunci yang merinci kredibilitas pembicara, bukti logis, dan kemampuan menyampaikan yang merangsang emosi pendengar.
Dengan demikian, gaya bicara retorika bukan hanya sekadar keahlian berbicara, melainkan fondasi esensial bagi seorang pemimpin untuk membentuk hubungan yang efektif, memotivasi bawahan, dan mencapai tujuan bersama.(mg-3/jae)
What's Your Reaction?


