Indonesia dan Australia Resmikan Kerja Sama Kendaraan Listrik melalui IA-CEPA untuk Mencapai Net Zero Emission
Beberapa waktu lalu, Indonesia dan Australia meresmikan kerja sama bilateral yang bernama IA-CEPA.
Jakarta, (afederasi.com) - Beberapa waktu lalu, Indonesia dan Australia meresmikan kerja sama bilateral yang bernama IA-CEPA. Menurut situs resmi Kementerian Luar Negeri, kesepakatan ini menjadi tonggak kemitraan ekonomi komprehensif antara kedua negara, dengan prinsip dasar kemitraan yang saling menguntungkan (win-win).
Kemitraan ini diharapkan akan memperkuat hubungan ekonomi Indonesia dan Australia dalam jangka panjang, dengan fokus pada keberlanjutan dan saling menguntungkan. Penting untuk dicatat bahwa IA-CEPA berbeda dengan Free Trade Agreement (FTA) biasa.
Dalam konteks tersebut, terjadi penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) khusus untuk sektor otomotif, dengan fokus pada kendaraan listrik atau Electric Vehicle (EV). Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Ad Interim Republik Indonesia, Erick Thohir, menjelaskan bahwa nikel dan lithium menjadi dua mineral utama yang digunakan dalam baterai kendaraan listrik.
"Indonesia telah aktif mengembangkan industri hilirisasi nikelnya, menuju ekosistem kendaraan listrik. Ada tiga pabrik di Indonesia yang beroperasi untuk memproduksi bahan dasar prekursor baterai," ungkapnya seperti yang dilansir dari Suara.com media partner afederasi.com, menyoroti langkah-langkah konkret yang telah diambil.
Sebaliknya, Australia sebagai pemegang 24 persen cadangan lithium dunia memiliki peran kunci dalam rantai pasok baterai. Dengan kolaborasi, Australia dan Indonesia dapat saling menguntungkan dari sumber daya mineral masing-masing.
Kemudian, pada hari Kamis (23/11/2023), Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Erick Thohir dan Menteri Industri dan Ilmu Pengetahuan Australia Ed Husic melakukan penandatanganan Nota Kesepahaman tentang Pembentukan 'Mekanisme' Bilateral untuk Memajukan Kolaborasi Kendaraan Listrik antara Indonesia dan Australia.
Menurut Erick Thohir, "Indonesia dan Australia tidak hanya memiliki kedekatan geopolitik, keduanya juga memiliki sumber daya mineral yang melimpah, serta peluang untuk menjadi pemain kunci dalam rantai pasok kendaraan listrik global." Hal ini menunjukkan pentingnya kolaborasi antara kedua negara dalam menghadapi tantangan industri kendaraan listrik.
Mekanisme bilateral ini dirancang untuk memfasilitasi hubungan kerja sama yang saling menguntungkan dan kolaborasi dalam memetakan rantai pasok serta ekosistem kendaraan listrik. Menyusul penandatanganan ini, Erick Thohir menegaskan bahwa MoU tersebut adalah langkah konkret sebagai tindak lanjut dari komitmen yang diumumkan oleh Presiden Republik Indonesia dan Perdana Menteri Australia pada Annual Leaders' Meeting.
Dengan adanya kerja sama di bidang EV ini, Indonesia melihat peluang besar sebagai negara penghasil sumber daya mineral. Melalui partisipasi aktif dalam rantai pasok kendaraan listrik, Indonesia tidak hanya akan menjadi pengguna kendaraan listrik, tetapi juga produsen baterai untuk Battery Electric Vehicle (BEV) dan baterai jenis swappable.
Pada akhirnya, kerja sama ini dapat membuka peluang bagi Indonesia untuk berperan dalam langkah menuju Net Zero Emission (NZE) 2060. Menko Marves Ad Interim RI menekankan bahwa kolaborasi ini tidak hanya akan membawa manfaat ekonomi, tetapi juga transfer pengetahuan, pembentukan kemitraan bisnis baru, dan pertumbuhan pasar ekspor yang diharapkan. Skema IA-CEPA menjadi instrumen penting dalam mencapai kemajuan bersama bagi kedua negara.(mg-2/jae)
What's Your Reaction?


