GKJW Pasamuan Ngoro Saksi Bisu Cikal Bakal Kekristenan Jatim
Jombang, (afaederasi.com) – Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Pasamuan Ngoro di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, bukan sekadar tempat ibadah. Bangunan yang telah berstatus cagar budaya ini adalah monumen hidup yang menyimpan sejarah panjang perkembangan agama Kristen di Jawa Timur, khususnya di Jombang.
Fakta mengejutkan, komunitas Kristen telah ada di lokasi ini sejak 1843, jauh sebelum gedung gereja didirikan pada 1902.
(Suasana dalam Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Persamuan Ngoro, Jombang, Jawa Timur)
Terletak di Jalan Suropati No. 15, Kecamatan Ngoro, bangunan bergaya kolonial ini hampir tak berubah dalam 119 tahun. Struktur utamanya tetap kokoh, menjadi bukti kekuatan arsitektur masa lalu.
Di halaman depan gereja, sebuah monumen sederhana berdiri dengan makna luar biasa.
“Benar, monumen ini adalah peringatan bagi umat yang dibaptis pertama kali di Jawa Timur pada 12 Desember 1843,” tegas Supriyantono, Sekretaris GKJW Ngoro, Jumat (12/12/2025).
Supriyantono mengatakan dari total 180 jemaat GKJW se-Jawa Timur, hanya ada tiga monumen semacam ini. Satu di GKJW Ngoro, satu di GKJW Wiyung Surabaya dan satu di Majelis Agung (Pusat) GKJW Malang. “Dan di sini adalah perkumpulan Kristen tertua di Jombang,” tambahnya.
(Suasana dalam Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Persamuan Ngoro, Jombang, Jawa Timur sambut Natal 2025)
Gereja seluas 25 x 10 meter ini didirikan oleh perkumpulan komunitas Kristen pada 1902. Menurut Supriyantono, sejak berdiri, bangunan ini masih sangat utuh. Perubahan hanya dilakukan pada bagian kecil seperti atap, plafon, dan lantai depan saat rehabilitasi ringan tahun 2000-an.
“Empat tiang utama di depan gereja ini masih asli sejak 1902. Usianya sudah 119 tahun. Kayunya adalah kayu jati pilihan,” paparnya.
Karena statusnya sebagai cagar budaya dengan usia di atas 100 tahun, gereja ini tidak boleh direhabilitasi total.Jemaat yang awalnya hanya 20 orang, kini telah berkembang menjadi hampir 1000 orang.
Supriyantono menceritakan sejarah GKJW Ngoro tak lepas dari sosok legendaris: Coenraad Laurens Coolen atau Tuan Coolen. Berketurunan Indonesia-Rusia, ia diyakini sebagai penanam benih Kekristenan di Ngoro.
Coolen (sekitar 1770-1873) awalnya bekerja di Surabaya sebelum pindah ke Wirosobo (Mojoagung). Atas izin Pemerintah Hindia Belanda, pada 3 Juli 1827 ia membuka hutan di selatan Wirosobo—yang kini menjadi Ngoro—untuk pemukiman dan pertanian.
“Yang menarik, Coolen bukan penyiar agama atau theolog terlatih. Ia seorang pengelola desa yang cakap. Justru darinya, orang-orang Jawa pertama kali mengenal Kristus,” jelas Supriyantono.
(Makam Coenraad Laurens Coolen atau Tuan Coolen yang ada di Desa Ngoro Kecamatan Ngoro Kabupaten Jombang Jawa Timur)
Coolen memimpin ibadah di beberapa rumah, termasuk di rumahnya sendiri pada 1835. Perkembangan pesat kemudian membuahkan baptisan pertama di Ngoro pada 1843, yang kini dikenang dengan monumen tersebut.
Sebagai warisan sejarah, makam Coolen dan beberapa peninggalan lain menjadi milik keluarga. Namun, gereja ini adalah warisan publik yang dapat dipelajari semua orang.
“Ini adalah tempat persekutuan yang keempat, dengan pondasi diletakkan pada 21 April 1905. Inilah bentuk asli gedung gereja pertama di Ngoro,” tandas Supriyantono.
Menjelang Natal, GKJW Ngoro mengusung tema “Allah Hadir Menyelamatkan Keluarga”. Supriyantono berharap pesan ini menguatkan kebersamaan, baik di internal jemaat maupun dalam kehidupan bermasyarakat di Kabupaten Jombang.
“Semoga kita semua, mulai dari keluarga masing-masing, keluarga persekutuan, hingga masyarakat luas Jombang, tetap menjadi keluarga yang diberkati dalam damai sejahtera,” pungkasnya.( san)
What's Your Reaction?


