Bukan Sekadar Polisi "Pak Tetot" Wajah Humanis Polri di Tengah Kehidupan Masyarakat Banyuwangi
Banyuwangi, (afederasi.com) - Dibalik hiruk-pikuk kehidupan sosial dan gemuruh zaman yang menuntut serba cepat, hadir sosok sederhana, penjaga harmoni, penenun kepercayaan, pelindung dan pelayanan bagi masyarakat.
Dia bukan tokoh politik, bukan pejabat, bukan pula pesohor. Ia hanyalah seorang polisi berpangkat Ajun Inspektur Polisi Dua (Aipda). Namun, di mata masyarakat Desa Sepanjang, Kecamatan Glenmore, Banyuwangi, ia jauh lebih dari sekadar penegak hukum.
Dialah Aipda Ngadianto, anggota Polsek Glenmore, Polresta Banyuwangi, Polda Jawa Timur, yang sehari-hari menjalankan tugas sebagai Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas).
Dengan mengendari sepeda dinas yang memiliki suara sirine khas "tet... tot... tet... tot...". Suara itu bukan pertanda bahaya, bukan pula panggilan darurat. Bagi warga desa, suara itu adalah simbol harapan bertanda Pak Tetot julukan populer Aipda Ngadianto, telah datang.
Setiap kali suara itu terdengar, warga tahu bahwa sosok pelindung mereka telah hadir. Kedatangannya selalu dinantikan oleh masyarakat, disambut dengan hangat dan penuh keramahan. Sosok pemurah senyum ini selalu ditunggu-tunggu, karena masyarakat ingin tahu pesan apa yang dibawa oleh Pak Tetot.
Nama Pak Tetot memang tak tercantum dalam papan nama resmi kantor kepolisian. Itu bukan nama yang diberikan oleh institusi, melainkan oleh hati masyarakat. Julukan itu muncul dari suara sirine motornya yang khas, dan lambat laun menjadi identitas yang lebih kuat daripada pangkat ataupun jabatan.
“Beliau ini bukan sekadar petugas keamanan, Pak Tetot sudah seperti keluarga. Saat ada masalah, baik kecil maupun besar, beliau pasti datang. Bahkan sering kali lebih dulu mengetahui sebelum kami lapor,” tutur Sarbini, tokoh masyarakat setempat, Sabtu (14/6/2025).
Tidak sulit menjumpai Pak Tetot dalam aktivitasnya. Setiap pagi, Aipda Ngadianto menyusuri jalanan desa dengan sepeda dinas. Di satu titik ia berhenti, menyapa petani yang tengah mencangkul. Melanjutkan perjalanan, di tikungan berikutnya, ia membantu anak-anak sekolah menyeberang jalan utama yang padat lalu lintas. Di sore hari, ia kerap terlihat duduk di beranda rumah warga, sekadar berbincang ringan atau mendengarkan keluh kesah mereka.
Baginya, menjadi Bhabinkamtibmas bukan hanya soal tugas formal. “Kalau kita datang ke warga dengan seragam dan sikap menggurui, kita hanya akan membuat jarak. Tapi kalau kita datang dengan niat baik, mendengar sebelum berbicara, mereka akan terbuka. Dari situlah tumbuh kepercayaan,” ujar Aipda Ngadianto.
Langkahnya yang selalu mengedepankan pendekatan humanis dan dialogis menjadi napas utama dalam menjalankan tugas. Ia tak sekedar membawa pesan keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas), kehadirannya dalam banyak kesempatan menjadikannya sahabat yang bisa diandalkan.
Tak terhitung berapa kali Aipda Ngadianto hadir di tengah konflik warga. Dari pertengkaran kecil antar tetangga hingga gesekan dalam rumah tangga yang nyaris berujung kekerasan. Ia datang bukan untuk menghakimi, melainkan untuk mendengarkan dan menjadi jembatan untuk mecari solusi terbaik.
“Dulu saya sempat bersitegang dengan tetangga. Kalau bukan karena beliau yang datang, mungkin saya sudah naik darah. Tapi karena beliau, saya bisa tenang,” kenang Sri Wahyuni, warga Dusun Sidomulyo, Desa Sepanjang.
Lebih dari itu, Pak Tetot juga terlihat sangat aktif dalam berbagai kegiatan warga. Ia hadir dalam rapat desa, rapat dusun, hingga pertemuan di lingkungan RT. Mampu menjadi mediator warga, memberikan penyuluh hukum sederhana, bahkan fasilitator untuk menghubungkan warga dengan instansi terkait bantuan sosial, ataupun menjelaskan prosedur pengurusan dokumen penting seperti kartu keluarga, KTP dan akta kelahiran.
Keberadaan Aipda Ngadianto sangat dirasakan oleh masyarakat, menjelma menjadi simpul sosial yang menyatukan, menjembatani dan menguatkan hubungan sosial di tengah masyarakat Kecamatan Glenmore, khususnya Desa Sepanjang.
Dedikasinya tidak hanya dirasakan warga. Pada 2024 lalu, kiprah Aipda Ngadianto mendapat pengakuan luas berkat kontribusi besar dalam pembangunan dan pelayanan masyarakat. Ia menerima penghargaan prestisius dalam acara Anugerah Patriot Jawi Wetan (APJW) untuk kategori 'Inovasi Pembangunan dan Pelayanan Publik'.
“Penghargaan APJW merupakan bentuk apresiasi yang sungguh luar biasa. Dedikasi dan kolaborasi antara semua pihak merupakan modal penting menjaga kamtibmas,” puji Kapolresta Banyuwangi, Kombespol Rama Samtama Putra.
Namun dibalik gemerlap penghargaan itu, sosok Aipda Ngadianto tetap bersahaja. Ia tak pernah meminta sorotan apalagi pencitraan, ia tetap menjadi Pak Tetot dengan mengendari sepeda motor dinasnya, berkeliling desa, memberikan himbauan dan terus menularkan semangat positif serta tetap menjadi pelayan terbaik untuk warga.
Sosok Aipda Ngadianto menjadi cermin bahwa institusi Polri sejatinya bisa hadir dengan wajah yang humanis, menjadi role model bagi generasi Bhayangkara berikutnya. Bukan hanya andal dalam disiplin, tapi juga tulus dalam pelayanan. Bukan hanya tangguh dalam menghadapi kriminalitas, tapi juga lembut dalam menjalin hubungan sosial.
Ia tak pernah menuntut balas jasa. Tak pernah mengumbar pencitraan. Tapi dari senyum warga, dari ketenangan yang terasa, dan dari banyak hati yang terbantu, ia telah mendapat penghargaan tertinggi yaitu cinta dan kepercayaan masyarakat.
Banyak warga yang mengaku lebih nyaman dan tenang jika berdiskusi dan curhat kepada Pak Tetot. "Karena beliau ini adalah pendengar terbaik, tidak langsung menyalahkan. Kadang, cukup dengan kehadirannya saja, masalah bisa reda serta cepat kelar," ungkap Hari, warga Desa Sepanjang, Kecamatan Glenmore.
Pak Tetot tidak pernah mendapat mendali dari warga. Tapi ia menerima sesuatu yang jauh lebih mahal yaitu cinta dan kepercayaan. Dia disegani bukan karena kewenangan ataupun dihormati karena pangkat, itu semua karena ketulusan dan sikap baik yang telah tertanam dalam hatinya.
Kini, suara “tet… tot… tet… tot…” bukan lagi dianggap gangguan. Itu adalah melodi pengingat bahwa negara hadir dalam sosok yang nyata. Anak-anak berlarian menyambut. Orang dewasa tersenyum sambil melambaikan tangan. Dan di setiap langkah yang ia ambil, tertanam harapan dan rasa aman, isyarat bahwa negara hadir dengan senyum dan tangan terbuka.
Di tengah gemuruh zaman dan kehidupan sosial yang makin kompleks, sosok seperti Aipda Ngadianto mengingatkan pada esensi sejati dari pelayanan publik, bahwa untuk melayani, tak perlu gagah. Cukup dengan niat baik, tulus, hati yang terbuka dan langkah kecil yang konsisten.
Aipda Ngadianto mungkin tidak dikenal secara nasional, namun di Bumi Blambangan sosoknya membawa dampak positif terhadap institusi Polri. Namanya mungkin tidak akan masuk buku sejarah, tapi bagi masyarakat Desa Sepanjang, Kecamatan Glenmore, Banyuwangi, nama "Pak Tetot" akan terus hidup.
Dedikasi dan loyalitas Pak Tetot akan tertancap dalam cerita yang dibisikkan dari generasi ke generasi, menjadi kenangan yang hangat di setiap sudut desa ataupun di ruang-ruang keluarga. Karena dibalik suara sirine khas sepeda motor dinasnya, ada harapan, cinta, serta ada penjaga masyarakat dengan penuh kasih dan ketulusan. (Ron)
What's Your Reaction?


