Polemik Gibran Rakabuming Raka dalam Pencalonan Cawapres: Perspektif Hukum dan Reaksi Masyarakat

Penetapan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) bersama Prabowo Subianto telah memicu kontroversi hukum.

24 Oct 2023 - 11:02
Polemik Gibran Rakabuming Raka dalam Pencalonan Cawapres: Perspektif Hukum dan Reaksi Masyarakat
KPU Tak Revisi PKPU usai Putusan MK, Prabowo - Gibran Bisa Gagal Maju Capres - Cawapres! (Tim media Prabowo Subianto).

Jakarta, (afederasi.com) - Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Nurlia Dian Paramita, mengungkapkan pandangannya terkait penetapan pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dari Koalisi Indonesia Maju (KIM). Pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka telah memicu perdebatan hukum yang menurutnya berpotensi menjadi polemik hukum yang tidak sah. Isu utama dalam perdebatan ini adalah pencalonan Gibran, yang diduga memanfaatkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 90/PUU-XXI/2023 yang memperbolehkan individu di bawah 40 tahun untuk mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres, asalkan mereka pernah atau sedang memiliki jabatan yang dipilih melalui pemilu, termasuk pilkada.

Menurut Nurlia Dian Paramita, uji materiil yang dilakukan oleh MK adalah sebuah materi yang berada pada level undang-undang, bukan peraturan teknis. Oleh karena itu, putusan MK yang memungkinkan pencalonan Gibran dianggap tidak secara otomatis membatalkan ketentuan pada aturan sebelumnya, kecuali jika terjadi revisi pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU). Poin yang digugat dalam MK adalah pasal yang terdapat dalam Undang-Undang (UU), yaitu Pasal 169 huruf q UU Nomor 7/2017. Dengan kata lain, aturan yang sah secara hukum menetapkan bahwa syarat calon presiden dan wakil presiden adalah minimal berusia 40 tahun, tanpa syarat tambahan pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah.

Mita, begitu Nurlia Dian Paramita akrab disapa, berpendapat bahwa apabila Komisi Pemilihan Umum (KPU) tetap menerima berkas pendaftaran Gibran sebagai calon wakil presiden, maka dokumen tersebut seharusnya dianggap tidak sah selama PKPU tidak mengalami revisi. Ia berpendapat bahwa KPU perlu mengubah PKPU terkait pencalonan capres dan cawapres, sehingga sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Mita menegaskan bahwa apabila KPU tidak melakukan perubahan, maka menurut pandangannya, pencalonan Gibran tidak sah atau tidak memiliki legitimasi hukum yang kuat.

Meskipun sejumlah pihak mempertanyakan validitas pencalonan Gibran, KPU sendiri memutuskan untuk tidak merevisi PKPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang pencalonan presiden dan wakil presiden setelah putusan nomor 90/PUU-XXI/2023 dibacakan MK. Namun, KPU mengambil langkah tindak lanjut dengan menerbitkan surat dinas bernomor 1145/PL.01.4-SD/05/2023 kepada partai politik peserta Pemilu 2024 sebagai tanggapan terhadap putusan MK mengenai syarat usia calon presiden dan wakil presiden.

Putusan MK ini telah mendapat beragam reaksi dari masyarakat. Sebagian menganggap putusan tersebut membuka peluang bagi Gibran Rakabuming Raka, keponakan Ketua MK Anwar Usman, untuk mencalonkan diri sebagai cawapres. Dalam konteks ini, penting untuk dicatat bahwa pemohon dalam kasus ini adalah seorang mahasiswa asal Surakarta, Almas Tsaibbirru Re A, yang juga merupakan pengagum Wali Kota Surakarta, Gibran Rakabuming Raka. Almas memandang Gibran sebagai pemimpin ideal yang mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Surakarta sebanyak 6,23 persen selama masa jabatannya sebagai Wali Kota, meskipun pertumbuhan awalnya sedang mengalami penurunan sebesar 1,74 persen. Pemohon menghargai pengalaman Gibran dalam memajukan Surakarta dengan kejujuran, integritas moral, serta kesetiaan dalam melayani kepentingan rakyat dan negara. (mg-3/jae)

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow